Makin Meluas! 17 Titik di Pracimantoro Wonogiri Kompak Tolak Pabrik Semen, Ada Apa?
- pexel @kindelmedia
Viva, Banyumas - Rencana pembangunan pabrik semen di Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, kembali menuai gelombang penolakan dari masyarakat. Isu ini tak kunjung mereda, bahkan dukungan terhadap aksi penolakan semakin meluas.
Hingga Minggu, 22 Juni 2025, sejumlah wilayah di Pracimantoro Wonogiri telah menyatakan sikap tegas menolak kehadiran industri semen. Jumlah titik deklarasi penolakan kini telah mencapai 17 lokasi yang tersebar di berbagai desa dan dusun.
Warga Pracimantoro menilai proyek Pabrik semen tersebut sangat berisiko terhadap kawasan karst yang memiliki fungsi ekologis penting. Mereka khawatir dampak kerusakan lingkungan akibat pembangunan pabrik dan tambang semen akan mengganggu kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Dilansir dari akun Instagram @wonogirikita, Terbaru, warga Dusun Nujo, Desa Gambirmanis, turut menyuarakan sikap tegas menolak kehadiran pabrik dan tambang semen di wilayah mereka.
Dalam deklarasi yang digelar di balai dusun setempat, pemuda dan petani setempat menyatakan bahwa proyek tersebut berpotensi merusak lingkungan, mencemari air, serta mengancam keberlangsungan pertanian yang menjadi sumber penghidupan utama warga.
Penolakan di Dusun Nujo menambah daftar panjang dukungan dari berbagai desa dan dusun di Pracimantoro.
Paguyuban Tali Jiwo, sebagai kelompok yang sejak awal konsisten menyuarakan penolakan, menyebut bahwa gelombang solidaritas antarwilayah menjadi bukti nyata bahwa masyarakat tidak tinggal diam atas potensi ancaman terhadap ruang hidup mereka.
Menurut warga, pembangunan pabrik semen tidak hanya akan merusak kawasan karst yang berfungsi sebagai cadangan air dan ekosistem penting, tetapi juga mengganggu keseimbangan sosial dan ekonomi lokal.
Para petani khawatir kehilangan lahan garapan dan kualitas air yang menurun akibat aktivitas pertambangan. Deklarasi tersebut juga menegaskan tuntutan kepada pemerintah daerah agar tidak mengabaikan suara masyarakat, terutama warga yang berada dalam radius 2,5 kilometer dari lokasi proyek.
Mereka meminta agar kebijakan pembangunan lebih berpihak pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan warga.
Gelombang penolakan yang terus membesar menjadi peringatan keras bahwa pembangunan yang tidak melibatkan partisipasi publik secara bermakna hanya akan memunculkan konflik berkepanjangan.
Warga berharap pemerintah segera menghentikan rencana tersebut dan mengalihkan fokus pada pemberdayaan ekonomi lokal yang berkelanjutan serta ramah lingkungan