Proyek Bronjong Karangpucung Cilacap Disorot: Tak Ada Plang, Jalan Rusak Parah!
- pexel @Jan Tancar
Viva, Banyumas - Proyek pemasangan bronjong di Kecamatan Karangpucung, Kabupaten Cilacap kini disorot publik karena sejumlah kejanggalan yang ditemukan di lapangan. Proyek yang berasal dari OP SDA2 BBWS Citanduy tersebut menuai perhatian tajam, khususnya karena tak ada plang proyek di lokasi pekerjaan.
Hal ini memicu dugaan pelanggaran transparansi yang seharusnya menjadi standar dalam setiap kegiatan pembangunan infrastruktur. Masyarakat Karangpucung, Cilacap merasa kecewa karena proyek bronjong yang seharusnya membantu pengamanan sungai justru menimbulkan dampak negatif.
Selain disorot karena tak ada plang, proyek ini juga menyebabkan jalan rusak parah akibat mobilisasi material tanpa pengawasan memadai. Situasi ini menunjukkan adanya potensi kelalaian dalam pengelolaan proyek yang dibiayai oleh dana negara. Pengerjaan proyek bronjong yang disorot media dan warga Karangpucung, Cilacap kini menjadi bahan evaluasi berbagai pihak.
Ketidakhadiran plang proyek memperkuat dugaan adanya praktik tidak transparan, sementara kondisi jalan rusak parah makin memperburuk citra pelaksanaan proyek tersebut. Jika tidak segera ditindaklanjuti, kerugian masyarakat akan terus bertambah.
Dilansir dari akun Instagram @cilacap_info.id, Investigasi dilakukan oleh awak media pada Selasa, 17 Juni 2025, di beberapa titik pekerjaan. Kejanggalan pertama yang langsung terlihat adalah tidak adanya papan nama proyek di lokasi pekerjaan, sebuah pelanggaran terhadap prinsip dasar transparansi publik.
Tanpa plang proyek, masyarakat tidak mengetahui asal anggaran, pelaksana, hingga jangka waktu pekerjaan yang dilakukan. Masalah tak berhenti di situ. Di Desa Tayem, seorang pekerja proyek bernama Ahmad secara terbuka mengaku hanya menerima instruksi dan bayaran dari seseorang bernama Anggit.
Fakta ini menarik perhatian karena Anggit disebut sebagai pengawas proyek dari OP SDA2 BBWS Citanduy.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah pengawas proyek merangkap sebagai pelaksana? Jika benar, hal tersebut jelas melanggar etika dan membuka peluang konflik kepentingan serta praktik penyimpangan anggaran. Selain kejanggalan administratif dan struktur pelaksana, proyek ini juga memberi dampak langsung pada masyarakat.
Pengangkutan material batu menggunakan kendaraan berat dilakukan tanpa memperhatikan kondisi jalan desa yang sudah rusak. Bukannya diperbaiki, jalur pengangkutan malah membuat jalan makin hancur dan berlubang parah, menyulitkan aktivitas harian warga setempat.
Upaya media untuk menghubungi pelaksana proyek tak membuahkan hasil. Nomor WhatsApp awak media diblokir, dan ketika mencoba menghubungi kantor OP SDA2 BBWS Citanduy, tak ada satu pun pihak yang merespons atau memberikan klarifikasi. Sikap tertutup ini semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proyek bernilai ratusan juta rupiah tersebut.
Masyarakat berharap agar pihak berwenang, termasuk inspektorat dan aparat penegak hukum, segera turun tangan menindaklanjuti dugaan pelanggaran. Transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab publik harus dijunjung tinggi, terutama dalam proyek yang dibiayai uang negara