Kasus HIV di Purbalingga Tembus 669 orang! LSL Jadi Penyumbang Terbanyak
- pexel @Anna Shvets
Viva, Banyumas - Lonjakan kasus HIV di wilayah Purbalingga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Hingga akhir Mei 2025, terdapat penambahan 44 kasus baru, yang membuat total penderita HIV/AIDS atau ODHA di daerah tersebut tembus 669 orang. Fakta ini berdasarkan laporan resmi dari Dinas Kesehatan setempat.
Dari seluruh data kasus HIV yang tercatat di Purbalingga, kelompok LSL penyumbang terbanyak dengan kontribusi sekitar 30 persen dari jumlah kasus baru. Penularan di kalangan Lelaki Seks dengan Lelaki ini menjadi perhatian khusus karena berpotensi terus menyebar bila tidak ditangani secara tepat.
Dengan total kasus HIV yang kini tembus 669 orang, pihak Dinas Kesehatan Purbalingga terus melakukan pemantauan serta edukasi. Mereka juga menyoroti pentingnya pendekatan khusus terhadap kelompok LSL penyumbang terbanyak, mengingat tingginya risiko penularan di kalangan tersebut.
Peningkatan kasus ini menjadi perhatian serius, terutama karena sebagian besar penderita masih berada dalam usia produktif, yaitu antara 19 hingga 55 tahun. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa laki-laki masih mendominasi jumlah kasus baru yang terdeteksi.
Dilansir dari laman Instagram @infopurbalingga.id, Menurut keterangan dari Ardi, Penanggung Jawab Program HIV IMS Dinkes Purbalingga, kelompok Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) menjadi penyumbang terbanyak dari total kasus baru yang ditemukan.
Sekitar 30 persen dari total kasus tersebut berasal dari kelompok ini. Faktor perilaku seksual berisiko tinggi menjadi pemicu utama penularan HIV di kalangan LSL, yang seringkali tidak disadari maupun tersembunyi dari pantauan umum.
Selain LSL, kasus HIV juga ditemukan pada kelompok pasien TBC, ibu hamil, serta pasangan dari ODHA yang sebelumnya tidak terdeteksi.
Dinkes Purbalingga terus mengupayakan skrining dini pada berbagai kelompok berisiko, serta memperkuat edukasi kepada masyarakat untuk mencegah penyebaran lebih luas.
Salah satu tantangan terbesar adalah stigma sosial yang masih melekat pada penderita HIV/AIDS.
Hal ini menyebabkan banyak ODHA enggan memeriksakan diri atau mendapatkan pengobatan secara terbuka.
Padahal, dengan deteksi dini dan pengobatan rutin, ODHA dapat tetap menjalani hidup sehat dan produktif.
Dinkes juga mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap ODHA, serta mendukung upaya pencegahan dan pengendalian HIV melalui pemeriksaan berkala dan perilaku seksual yang aman.
Edukasi menyeluruh dan keterlibatan semua pihak dinilai penting dalam menekan angka penularan HIV di Purbalingga