Kontroversi UU Tipikor: Pecel Lele di Trotoar Masuk Kategori Korupsi?

Penjual pecel lele bisa dijerat UU Tipikor?
Sumber :
  • pexel @sultan.pecel.lele

Viva, Banyumas - Mantan Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah, menyampaikan pandangan kontroversial terkait penerapan UU Tipikor. Ia menyebut bahwa bahkan penjual pecel lele di trotoar bisa dikenai pasal pidana korupsi jika mengacu pada rumusan saat ini.

Geger! Anak ASN Diduga Masuk Jalur Afirmasi di SMAN 1 Klaten, Sistem SPMB Dipertanyakan

Pandangan tersebut disampaikan Chandra saat hadir sebagai saksi ahli dalam sidang uji materi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Mahkamah Konstitusi.

Menurutnya, ketentuan dalam dua pasal itu terlalu luas dan dapat berdampak pada kriminalisasi masyarakat kecil, termasuk pedagang yang berjualan di tempat umum, seperti trotoar, yang dianggap merugikan negara secara administratif.

Pertamina Masuk 3 Besar Fortune Southeast Asia 500, Siapa yang Tergeser?

Dilansir dari akun Instagram @voktis.id, Menurut Chandra, UU Tipikor saat ini memiliki redaksi yang terlalu luas.

Ia mencontohkan, seorang penjual pecel lele yang membuka lapak di atas trotoar secara hukum bisa dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, serta menyebabkan kerugian keuangan negara karena menggunakan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi.

Donald Trump Perintahkan Larangan Masuk ke AS untuk 12 Negara, Siapa Saja yang Jadi Korban?

Dengan ketentuan itu, penjual kecil pun bisa dijerat sebagai pelaku korupsi. Ketentuan dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor mencakup istilah "setiap orang" yang melakukan perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pihak tertentu dan merugikan negara.

Chandra menilai frasa ini terlalu luas dan tidak spesifik, sehingga berpotensi menyasar siapa saja, bahkan rakyat kecil seperti pedagang pecel lele di trotoar.

Chandra mengusulkan agar Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dihapus karena dianggap melanggar asas lex certa—asas kepastian hukum.

Sementara Pasal 3 perlu direvisi dengan mengganti frasa "setiap orang" menjadi "pegawai negeri" atau "penyelenggara negara", sebagaimana diatur dalam Article 19 UNCAC (Konvensi PBB Antikorupsi).

Tujuannya adalah agar fokus pemberantasan korupsi tetap menyasar mereka yang memiliki kekuasaan, bukan rakyat biasa.

Pernyataan Chandra Hamzah ini memicu diskusi publik soal batas-batas hukum korupsi. Banyak pihak khawatir jika tidak direvisi, UU Tipikor bisa disalahgunakan untuk menjerat warga biasa yang sebenarnya tidak memiliki niat korupsi