Ramai Isu Royalti Musik, Menkum Heran: Pengunjung Ribut, Padahal yang Bayar Royalti adalah Pemilik Usaha

Menkum Supratman tanggapi isu royalti musik
Sumber :
  • Instagram @supratman08

Viva, Banyumas - Polemik mengenai royalti musik di tempat usaha seperti kafe dan restoran kembali memicu perbincangan publik. Menteri Hukum (Menkum) RI Supratman Andi Agtas angkat bicara dan menegaskan bahwa pengunjung tidak perlu resah karena kewajiban membayar royalti sepenuhnya dibebankan kepada pemilik atau pengelola usaha, bukan kepada konsumen.

Menurut Supratman, banyak keluhan yang ia terima justru datang dari pengunjung. Padahal, kebijakan ini tidak mempengaruhi biaya yang harus dibayar pengunjung secara langsung.

“Ini yang ribut pengunjung. Pemilik tempat usahanya yang kena royalti, enggak apa-apa. Kok pengunjungnya yang ribut, padahal enggak kena royalti?” ujarnya di Kantor Smesco Indonesia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan kepada wartawan pada 13 Agustus 2025. Kebijakan penarikan royalti musik ini semakin ditegaskan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan hak cipta para pencipta lagu dan musisi.

Royalti diberlakukan apabila musik digunakan untuk kepentingan komersial, termasuk yang diputar di ruang publik seperti kafe, restoran, hotel, dan pusat perbelanjaan. Supratman mengakui bahwa kebijakan tersebut memang menuai pro dan kontra, terutama di media sosial.

Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah siap menerima konsekuensi dari keputusan yang diambil.

“Tapi, sekali lagi, saya terima konsekuensinya. Itu sebagai bentuk pertanggungjawaban. Saya tidak menghindar dari risiko itu. Sekali lagi, kita akan terbuka untuk semuanya,” katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa royalti musik tidak akan dibebankan dalam bentuk biaya tambahan langsung kepada pengunjung. Besarnya royalti ditentukan berdasarkan perjanjian antara pengelola usaha dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau pihak yang mewakili pemegang hak cipta.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap hak-hak para musisi dan pencipta lagu dapat lebih dihargai. Di sisi lain, pelaku usaha diimbau untuk memahami aturan dan menyesuaikan operasional mereka agar tetap patuh pada regulasi.

Supratman pun meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru menilai negatif kebijakan tersebut. Menurutnya, banyak negara lain yang telah lebih dulu menerapkan sistem royalti untuk perlindungan karya musik.

“Kita ingin semua pihak diuntungkan. Musisi dapat haknya, pelaku usaha tetap bisa menjalankan bisnis, dan pengunjung tetap nyaman menikmati suasana tanpa harus membayar lebih,” pungkasnya.

Dengan penegasan ini, diharapkan polemik royalti musik di kafe dan restoran dapat mereda, dan fokus beralih pada upaya membangun ekosistem musik yang adil dan berkelanjutan di Indonesia

Viva, Banyumas - Polemik mengenai royalti musik di tempat usaha seperti kafe dan restoran kembali memicu perbincangan publik. Menteri Hukum (Menkum) RI Supratman Andi Agtas angkat bicara dan menegaskan bahwa pengunjung tidak perlu resah karena kewajiban membayar royalti sepenuhnya dibebankan kepada pemilik atau pengelola usaha, bukan kepada konsumen.

Menurut Supratman, banyak keluhan yang ia terima justru datang dari pengunjung. Padahal, kebijakan ini tidak mempengaruhi biaya yang harus dibayar pengunjung secara langsung.

“Ini yang ribut pengunjung. Pemilik tempat usahanya yang kena royalti, enggak apa-apa. Kok pengunjungnya yang ribut, padahal enggak kena royalti?” ujarnya di Kantor Smesco Indonesia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan kepada wartawan pada 13 Agustus 2025. Kebijakan penarikan royalti musik ini semakin ditegaskan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan hak cipta para pencipta lagu dan musisi.

Royalti diberlakukan apabila musik digunakan untuk kepentingan komersial, termasuk yang diputar di ruang publik seperti kafe, restoran, hotel, dan pusat perbelanjaan. Supratman mengakui bahwa kebijakan tersebut memang menuai pro dan kontra, terutama di media sosial.

Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah siap menerima konsekuensi dari keputusan yang diambil.

“Tapi, sekali lagi, saya terima konsekuensinya. Itu sebagai bentuk pertanggungjawaban. Saya tidak menghindar dari risiko itu. Sekali lagi, kita akan terbuka untuk semuanya,” katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa royalti musik tidak akan dibebankan dalam bentuk biaya tambahan langsung kepada pengunjung. Besarnya royalti ditentukan berdasarkan perjanjian antara pengelola usaha dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau pihak yang mewakili pemegang hak cipta.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap hak-hak para musisi dan pencipta lagu dapat lebih dihargai. Di sisi lain, pelaku usaha diimbau untuk memahami aturan dan menyesuaikan operasional mereka agar tetap patuh pada regulasi.

Supratman pun meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru menilai negatif kebijakan tersebut. Menurutnya, banyak negara lain yang telah lebih dulu menerapkan sistem royalti untuk perlindungan karya musik.

“Kita ingin semua pihak diuntungkan. Musisi dapat haknya, pelaku usaha tetap bisa menjalankan bisnis, dan pengunjung tetap nyaman menikmati suasana tanpa harus membayar lebih,” pungkasnya.

Dengan penegasan ini, diharapkan polemik royalti musik di kafe dan restoran dapat mereda, dan fokus beralih pada upaya membangun ekosistem musik yang adil dan berkelanjutan di Indonesia