Habiburokhman Bongkar Aturan Baru KUHAP: Bisa Gugat Penyidik yang Diam Saja
- instagram @habiburokhmanjkttimur
Viva, Banyumas - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membawa angin segar bagi pencari keadilan. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkap aturan progresif yang kini masuk dalam draf revisi KUHAP. Salah satunya adalah ketentuan yang memungkinkan masyarakat untuk menggugat penyidik atau penyelidik yang tidak menindaklanjuti laporan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam KUHAP lama, tidak ada satu pun pasal yang mengatur langkah hukum jika laporan masyarakat dibiarkan tanpa tindak lanjut. Hal ini dinilai merugikan korban dan membuka celah bagi praktik penyalahgunaan wewenang.
Sehingga diaturan yang baru terdapat perubahan yaitu penyidik dapat digugat jika laporannya di diamkan oleh penyidik.
“Di KUHAP lama lebih buruk lagi. Tidak diatur kalau laporan tidak ditindaklanjuti, tidak ada aturan sama sekali,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan kepada awak media yang dikutip dari Viva.
Namun, melalui Pasal 23 ayat 7 dalam draf revisi UU KUHAP, celah hukum itu resmi ditutup. Pasal ini menyebutkan bahwa jika dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima, penyidik atau penyelidik tidak memberikan tanggapan, maka pelapor berhak melaporkan mereka ke atasan atau pejabat pengawas penyidikan.
Aturan ini dinilai sangat penting untuk menguatkan akuntabilitas aparat penegak hukum. Selama ini, banyak laporan masyarakat yang mandek tanpa kejelasan, bahkan tidak mendapatkan tanggapan sama sekali dari pihak kepolisian.
Revisi ini memberikan perlindungan hukum lebih luas dan menjadi sarana kontrol vertikal dalam penanganan perkara pidana. Habiburokhman juga mengungkapkan bahwa proses pembahasan revisi KUHAP telah rampung. Sebanyak 1.676 daftar inventarisasi masalah (DIM) berhasil diselesaikan hanya dalam dua hari kerja.
Rincian pembahasannya mencakup 68 DIM diubah, 91 dihapus, 131 dimasukkan sebagai substansi baru, dan 295 mengalami perubahan redaksional. Ia menegaskan bahwa dua poin besar dalam revisi ini adalah penguatan keadilan restoratif dan pemenuhan hak-hak tersangka maupun advokat. Dalam banyak kasus, hak-hak tersebut selama ini kerap terabaikan.
“Keluhan masyarakat selama kunjungan kerja adalah soal minimnya peran advokat dalam mendampingi tersangka. Ini kami jawab dengan aturan yang lebih humanis dan berpihak pada keadilan,” ujar Habiburokhman.
Revisi KUHAP yang kini semakin komprehensif diharapkan menjadi momentum penting bagi reformasi sistem hukum di Indonesia, terutama dalam penegakan hukum yang adil, transparan, dan akuntabel
Viva, Banyumas - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membawa angin segar bagi pencari keadilan. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkap aturan progresif yang kini masuk dalam draf revisi KUHAP. Salah satunya adalah ketentuan yang memungkinkan masyarakat untuk menggugat penyidik atau penyelidik yang tidak menindaklanjuti laporan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam KUHAP lama, tidak ada satu pun pasal yang mengatur langkah hukum jika laporan masyarakat dibiarkan tanpa tindak lanjut. Hal ini dinilai merugikan korban dan membuka celah bagi praktik penyalahgunaan wewenang.
Sehingga diaturan yang baru terdapat perubahan yaitu penyidik dapat digugat jika laporannya di diamkan oleh penyidik.
“Di KUHAP lama lebih buruk lagi. Tidak diatur kalau laporan tidak ditindaklanjuti, tidak ada aturan sama sekali,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan kepada awak media yang dikutip dari Viva.
Namun, melalui Pasal 23 ayat 7 dalam draf revisi UU KUHAP, celah hukum itu resmi ditutup. Pasal ini menyebutkan bahwa jika dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima, penyidik atau penyelidik tidak memberikan tanggapan, maka pelapor berhak melaporkan mereka ke atasan atau pejabat pengawas penyidikan.
Aturan ini dinilai sangat penting untuk menguatkan akuntabilitas aparat penegak hukum. Selama ini, banyak laporan masyarakat yang mandek tanpa kejelasan, bahkan tidak mendapatkan tanggapan sama sekali dari pihak kepolisian.
Revisi ini memberikan perlindungan hukum lebih luas dan menjadi sarana kontrol vertikal dalam penanganan perkara pidana. Habiburokhman juga mengungkapkan bahwa proses pembahasan revisi KUHAP telah rampung. Sebanyak 1.676 daftar inventarisasi masalah (DIM) berhasil diselesaikan hanya dalam dua hari kerja.
Rincian pembahasannya mencakup 68 DIM diubah, 91 dihapus, 131 dimasukkan sebagai substansi baru, dan 295 mengalami perubahan redaksional. Ia menegaskan bahwa dua poin besar dalam revisi ini adalah penguatan keadilan restoratif dan pemenuhan hak-hak tersangka maupun advokat. Dalam banyak kasus, hak-hak tersebut selama ini kerap terabaikan.
“Keluhan masyarakat selama kunjungan kerja adalah soal minimnya peran advokat dalam mendampingi tersangka. Ini kami jawab dengan aturan yang lebih humanis dan berpihak pada keadilan,” ujar Habiburokhman.
Revisi KUHAP yang kini semakin komprehensif diharapkan menjadi momentum penting bagi reformasi sistem hukum di Indonesia, terutama dalam penegakan hukum yang adil, transparan, dan akuntabel