Nomor Cantikmu Dijual Setelah Nonaktif? DPR Bongkar Praktik Telkomsel
- instagram @telkomsel
Viva, Banyumas - Praktik kontroversial kembali mencuat dari dunia telekomunikasi nasional. Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, secara terang-terangan menyoroti dugaan penjualan ulang nomor cantik kartu Halo milik Telkomsel tanpa konfirmasi kepada pengguna sebelumnya. Temuan ini ia ungkapkan dalam rapat kerja bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini menjadi sorotan publik.
Mufti Anam menyebut bahwa banyak pengguna kartu Halo kaget saat mengetahui nomor cantik mereka dijual kembali dengan harga mencapai ratusan juta rupiah. Yang menjadi perhatian utama, nomor tersebut dijual hanya beberapa bulan setelah kartu tidak aktif dan tanpa pemberitahuan lebih dulu kepada pemilik sebelumnya.
“Ketika dinonaktifkan oleh Telkomsel, beberapa bulan kemudian nomor itu dijual ke pihak lain. Apalagi jika nomornya tergolong cantik, bisa dihargai ratusan juta,” ujar Mufti yang dilansir dari laman Youtube DPR RI.
Tak hanya mempertanyakan prosedur dan transparansi, Mufti juga mempertanyakan ke mana aliran dana dari penjualan tersebut.
Apakah masuk ke kantong perusahaan atau ada oknum yang bermain di balik layar? DPR pun mendesak adanya audit menyeluruh terhadap pendapatan dari penjualan nomor cantik tersebut.
Dalam rapat itu, Mufti membandingkan sistem perlindungan konsumen di Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Di sana, menurutnya, operator telekomunikasi tidak langsung menonaktifkan dan menjual nomor pengguna. Bahkan, ketika pengguna tidak mampu membayar tagihan, mereka tetap dihubungi terlebih dahulu.
“Di Malaysia dan Singapura, ketika pengguna tak bisa bayar, mereka ditelepon atau dikonfirmasi dulu. Tapi di sini, tiba-tiba nonaktif lalu dijual lagi,” kritiknya.
Kritik ini menambah daftar panjang permasalahan yang disorot DPR terhadap Telkomsel. Sebelumnya, Telkomsel juga dikecam karena kebijakan kuota hangus saat masa aktif nomor berakhir, yang dinilai merugikan konsumen.
Sejumlah netizen pun mulai angkat suara di media sosial, mengungkap pengalaman serupa mengenai kehilangan nomor tanpa pemberitahuan dan kesulitan mengklaim kembali.
Beberapa bahkan menduga adanya mafia yang mengatur distribusi nomor cantik demi keuntungan pribadi.
Telkomsel hingga kini belum memberikan klarifikasi resmi terkait tudingan ini. Namun, desakan dari publik dan DPR tampaknya akan memaksa perusahaan untuk lebih transparan dalam praktik bisnisnya, khususnya terkait pengelolaan nomor pelanggan yang sudah tidak aktif
Viva, Banyumas - Praktik kontroversial kembali mencuat dari dunia telekomunikasi nasional. Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, secara terang-terangan menyoroti dugaan penjualan ulang nomor cantik kartu Halo milik Telkomsel tanpa konfirmasi kepada pengguna sebelumnya. Temuan ini ia ungkapkan dalam rapat kerja bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini menjadi sorotan publik.
Mufti Anam menyebut bahwa banyak pengguna kartu Halo kaget saat mengetahui nomor cantik mereka dijual kembali dengan harga mencapai ratusan juta rupiah. Yang menjadi perhatian utama, nomor tersebut dijual hanya beberapa bulan setelah kartu tidak aktif dan tanpa pemberitahuan lebih dulu kepada pemilik sebelumnya.
“Ketika dinonaktifkan oleh Telkomsel, beberapa bulan kemudian nomor itu dijual ke pihak lain. Apalagi jika nomornya tergolong cantik, bisa dihargai ratusan juta,” ujar Mufti yang dilansir dari laman Youtube DPR RI.
Tak hanya mempertanyakan prosedur dan transparansi, Mufti juga mempertanyakan ke mana aliran dana dari penjualan tersebut.
Apakah masuk ke kantong perusahaan atau ada oknum yang bermain di balik layar? DPR pun mendesak adanya audit menyeluruh terhadap pendapatan dari penjualan nomor cantik tersebut.
Dalam rapat itu, Mufti membandingkan sistem perlindungan konsumen di Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Di sana, menurutnya, operator telekomunikasi tidak langsung menonaktifkan dan menjual nomor pengguna. Bahkan, ketika pengguna tidak mampu membayar tagihan, mereka tetap dihubungi terlebih dahulu.
“Di Malaysia dan Singapura, ketika pengguna tak bisa bayar, mereka ditelepon atau dikonfirmasi dulu. Tapi di sini, tiba-tiba nonaktif lalu dijual lagi,” kritiknya.
Kritik ini menambah daftar panjang permasalahan yang disorot DPR terhadap Telkomsel. Sebelumnya, Telkomsel juga dikecam karena kebijakan kuota hangus saat masa aktif nomor berakhir, yang dinilai merugikan konsumen.
Sejumlah netizen pun mulai angkat suara di media sosial, mengungkap pengalaman serupa mengenai kehilangan nomor tanpa pemberitahuan dan kesulitan mengklaim kembali.
Beberapa bahkan menduga adanya mafia yang mengatur distribusi nomor cantik demi keuntungan pribadi.
Telkomsel hingga kini belum memberikan klarifikasi resmi terkait tudingan ini. Namun, desakan dari publik dan DPR tampaknya akan memaksa perusahaan untuk lebih transparan dalam praktik bisnisnya, khususnya terkait pengelolaan nomor pelanggan yang sudah tidak aktif