Pembubaran Retret Kristen di Sukabumi: Kemenham Dorong Restorative Justice Picu Perdebatan Publik!
- Tiktok @matatertutup98
Viva, Banyumas - Kasus dugaan pembubaran retret pelajar Kristen di Desa Tangkil, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, menuai perhatian luas publik. Insiden yang terjadi pada Jumat, 27 Juni 2025 itu tidak hanya memicu perdebatan soal kebebasan beragama, tetapi juga mempertanyakan komitmen perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Retret pelajar Kristen yang digelar di sebuah rumah di Kampung Tangkil RT 04/01 Sukabumi dibubarkan oleh sekelompok warga yang menduga rumah tersebut dijadikan tempat ibadah tanpa izin resmi. Selain pembubaran, rumah tempat kegiatan dilaksanakan juga mengalami perusakan, termasuk beberapa atribut keagamaan yang dirusak oleh oknum.
Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) melalui Staf Khusus Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan langsung ke lokasi untuk mengumpulkan keterangan berbagai pihak. Dalam pernyataannya, Thomas mengungkapkan bahwa insiden intoleransi tersebut berpotensi memicu gangguan stabilitas sosial di wilayah Desa Tangkil.
Sebagai langkah penyelesaian, Kemenham mendorong pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) yang bertujuan menciptakan rekonsiliasi dan perdamaian antara pihak-pihak yang terlibat. Thomas menekankan bahwa usulan tersebut masih sebatas masukan dan belum ada kebijakan resmi dikeluarkan Kemenham.
“Ini baru sebatas usulan. Kami memberikan masukan setelah melihat dinamika di lapangan. Sampai saat ini belum ada langkah resmi atau surat keputusan dari kementerian,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang dilansir dari laman Viva.
Restorative justice sendiri merupakan pendekatan hukum yang fokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan hanya penghukuman semata. Dalam konteks kasus ini, Kemenham meyakini penyelesaian secara damai dapat membantu mencegah konflik lebih luas dan menjaga keberagaman di tengah masyarakat.
Meski demikian, Thomas menegaskan Kemenham tetap mendukung penegakan hukum terhadap pelaku. Ia merujuk pada Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 serta Pasal 8 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang menegaskan tanggung jawab negara dalam menjamin perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.