Naskah Kuno Purworejo Babad Kedungkebo dan Banyuurip Diusulkan Jadi IKON Nasional, Ini Alasannya!

Naskah Kuno Purworejo Diusulkan Jadi Ikon Nasional
Sumber :
  • pemkab purworejo

Viva, Banyumas - Dua naskah kuno warisan budaya asal Purworejo, yaitu Babad Kedungkebo dan Babad Banyuurip, kini menjadi sorotan karena tengah diusulkan sebagai Ikon Nasional atau Ingatan Kolektif Nasional (IKON). Isu ini mengemuka dalam agenda Dialog Budaya Penelusuran Naskah Kuno Sebagai Warisan Budaya Daerah yang berlangsung di Aula Gedung Penunjang Perpustakaan Umum Kabupaten Purworejo.

Dalam forum tersebut, para budayawan dan akademisi membahas pentingnya menjaga eksistensi naskah kuno seperti Babad Kedungkebo dan Babad Banyuurip yang telah menjadi bagian dari memori kolektif masyarakat Purworejo selama hampir dua abad. Kedua naskah ini dinilai layak diusulkan sebagai Ikon Nasional karena memiliki nilai historis, sosiologis, dan kultural yang kuat.

Dengan diusulkannya Babad Kedungkebo dan Babad Banyuurip sebagai ikon nasional, Pemerintah Kabupaten Purworejo menunjukkan keseriusannya dalam merawat dan melestarikan naskah kuno daerah.

Upaya ini sekaligus menjadi langkah awal dalam mendokumentasikan dan mengenalkan kekayaan literasi lokal kepada masyarakat luas secara nasional. Acara yang menghadirkan DR Sudibyo Prawiratmodjo dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada ini mengungkap pentingnya pengarusutamaan naskah kuno sebagai bagian dari strategi pelestarian budaya daerah.

Menurut Sudibyo, keberadaan naskah-naskah dari Purworejo yang bertahan hampir dua abad menunjukkan keunggulannya, baik secara literer maupun sebagai cerminan identitas lokal yang kuat.

“Sudah saatnya Purworejo mengusulkan salah satu naskah unggulan untuk masuk ke dalam daftar IKON yang dikelola oleh Perpustakaan Nasional RI,” ujar Sudibyo dilansir dari laman Pemkab Purworejo.

Pengakuan ini, menurutnya, bukan sekadar simbolik, tetapi menjadi bentuk nyata dari pelestarian warisan budaya dalam bentuk arsip naskah yang terjaga dan terdokumentasi dengan baik.

Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dinpusip) Kabupaten Purworejo, Stephanus Aan Isa Nugroho SSTP MSi, mengakui bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan.

Ia mencontohkan tarian Dolalak yang belum memiliki dokumentasi resmi, termasuk notasi musiknya, sebagai bukti lemahnya upaya pelestarian kolektif. Aan juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, mulai dari akademisi, budayawan, pemerintah daerah, hingga masyarakat, untuk mendukung upaya pelestarian memori kolektif bangsa.

Peran perpustakaan, lanjutnya, tidak hanya sebagai penyimpan buku, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan konservasi budaya lokal. Usulan Purworejo untuk mengangkat naskah-naskah kunonya sebagai IKON Nasional merupakan langkah strategis.

Jika terealisasi, ini akan membuka ruang yang lebih luas bagi naskah-naskah lokal untuk dikenali, dikaji, dan dijaga keberadaannya oleh generasi mendatang

Viva, Banyumas - Dua naskah kuno warisan budaya asal Purworejo, yaitu Babad Kedungkebo dan Babad Banyuurip, kini menjadi sorotan karena tengah diusulkan sebagai Ikon Nasional atau Ingatan Kolektif Nasional (IKON). Isu ini mengemuka dalam agenda Dialog Budaya Penelusuran Naskah Kuno Sebagai Warisan Budaya Daerah yang berlangsung di Aula Gedung Penunjang Perpustakaan Umum Kabupaten Purworejo.

Dalam forum tersebut, para budayawan dan akademisi membahas pentingnya menjaga eksistensi naskah kuno seperti Babad Kedungkebo dan Babad Banyuurip yang telah menjadi bagian dari memori kolektif masyarakat Purworejo selama hampir dua abad. Kedua naskah ini dinilai layak diusulkan sebagai Ikon Nasional karena memiliki nilai historis, sosiologis, dan kultural yang kuat.

Dengan diusulkannya Babad Kedungkebo dan Babad Banyuurip sebagai ikon nasional, Pemerintah Kabupaten Purworejo menunjukkan keseriusannya dalam merawat dan melestarikan naskah kuno daerah.

Upaya ini sekaligus menjadi langkah awal dalam mendokumentasikan dan mengenalkan kekayaan literasi lokal kepada masyarakat luas secara nasional. Acara yang menghadirkan DR Sudibyo Prawiratmodjo dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada ini mengungkap pentingnya pengarusutamaan naskah kuno sebagai bagian dari strategi pelestarian budaya daerah.

Menurut Sudibyo, keberadaan naskah-naskah dari Purworejo yang bertahan hampir dua abad menunjukkan keunggulannya, baik secara literer maupun sebagai cerminan identitas lokal yang kuat.

“Sudah saatnya Purworejo mengusulkan salah satu naskah unggulan untuk masuk ke dalam daftar IKON yang dikelola oleh Perpustakaan Nasional RI,” ujar Sudibyo dilansir dari laman Pemkab Purworejo.

Pengakuan ini, menurutnya, bukan sekadar simbolik, tetapi menjadi bentuk nyata dari pelestarian warisan budaya dalam bentuk arsip naskah yang terjaga dan terdokumentasi dengan baik.

Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dinpusip) Kabupaten Purworejo, Stephanus Aan Isa Nugroho SSTP MSi, mengakui bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan.

Ia mencontohkan tarian Dolalak yang belum memiliki dokumentasi resmi, termasuk notasi musiknya, sebagai bukti lemahnya upaya pelestarian kolektif. Aan juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, mulai dari akademisi, budayawan, pemerintah daerah, hingga masyarakat, untuk mendukung upaya pelestarian memori kolektif bangsa.

Peran perpustakaan, lanjutnya, tidak hanya sebagai penyimpan buku, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan konservasi budaya lokal. Usulan Purworejo untuk mengangkat naskah-naskah kunonya sebagai IKON Nasional merupakan langkah strategis.

Jika terealisasi, ini akan membuka ruang yang lebih luas bagi naskah-naskah lokal untuk dikenali, dikaji, dan dijaga keberadaannya oleh generasi mendatang