Daftar Petinggi BGN Didominasi Eks Militer, Program Makan Bergizi Gratis Tanpa Ahli Gizi

Pimpinan BGN didominasi eks militer
Sumber :
  • instagram @badangizinasional.ri

Program Makan Bergizi Gratis jadi sorotan setelah terungkap daftar petinggi BGN didominasi eks militer dan tanpa latar belakang ahli gizi

Badan Gizi Nasional Tolak Wacana Ubah MBG Jadi Bantuan Tunai Terkuak Alasannya

Viva, Banyumas - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah kembali menjadi sorotan publik. Alih-alih memberikan manfaat bagi anak-anak sekolah, program ini justru berkali-kali dikaitkan dengan kasus keracunan makanan di sejumlah daerah.

Kondisi tersebut semakin menimbulkan pertanyaan setelah terungkap bahwa jajaran pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN) yang bertanggung jawab atas program ini ternyata tidak memiliki latar belakang sebagai ahli gizi.

Keracunan Massal di MBG: Dr Tan Ungkap Kualitas Ahli Gizi Masih Pemula di DPR Bikin Geleng Kepala

Berdasarkan data resmi, daftar sepuluh petinggi BGN saat ini antara lain

Dadan Hindayana sebagai Kepala BGN,

Jenazah Pemuda Australia Dikirim Tanpa Jantung Dari Bali: Otoritas Australia Minta Penjelasan dari Indonesia

Brigjen Pol. Sony Sonjaya,

Nanik S. Deyang,

Mayjen TNI (Purn) Lodewyk Pusung,

Brigjen (Purn) Sarwono,

Brigjen (Purn) Jimmy Alexander Adirman,

Tigor Pangaribuan,

Brigjen (Purn) Suardi Samiran,

Mayjen (Purn) Dadang Hendrayudha, dan

Nyoto Suwignyo.

Sebagian besar nama dalam daftar tersebut berasal dari latar belakang militer, kepolisian, hingga birokrasi. Ironisnya, tak satu pun di antaranya tercatat sebagai akademisi maupun profesional dengan sertifikasi di bidang gizi.

Ketiadaan sosok ahli gizi di kursi pimpinan BGN memunculkan kritik keras. Banyak kalangan menilai, bagaimana mungkin sebuah program yang fokus pada peningkatan gizi anak-anak dikelola oleh lembaga tanpa keahlian teknis di bidang tersebut?

Padahal, urusan gizi bukan sekadar distribusi makanan, melainkan melibatkan standar kesehatan, keamanan pangan, hingga perencanaan menu yang sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak. Kasus keracunan yang muncul di sejumlah sekolah memperkuat kekhawatiran publik.

Beberapa siswa mengalami gejala seperti mual, pusing, hingga harus mendapat perawatan medis. Situasi ini menimbulkan anggapan bahwa lemahnya pengawasan dan ketidakpahaman teknis dalam pengelolaan pangan berkontribusi terhadap persoalan serius di lapangan. Pengamat kesehatan masyarakat menilai, pemerintah perlu meninjau ulang komposisi pimpinan BGN.

Kehadiran para ahli gizi, akademisi, dan praktisi kesehatan dianggap sangat penting untuk memastikan program MBG berjalan sesuai standar ilmiah. Tanpa itu, risiko masalah serupa bisa terus berulang.

Masyarakat pun mendesak transparansi dan evaluasi menyeluruh. Program yang sejatinya ditujukan untuk memperbaiki kualitas gizi anak Indonesia seharusnya tidak menjadi ancaman kesehatan. Oleh karena itu, kredibilitas pimpinan BGN kini menjadi sorotan utama.

Jika tidak segera dibenahi, bukan hanya reputasi program MBG yang terancam, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam mengelola kebijakan pangan dan kesehatan anak bangsa