Produksi Telur di Temanggung Surplus 20 Ton per Hari, Namun Harga Telur Meroket Tajam Ini Penyebabnya
- Pemkab Temanggung
Produksi telur ayam di Temanggung surplus 20 ton per hari. Namun harga tetap naik karena biaya pakan, khususnya jagung, semakin mahal meski stok melimpah
Viva, Banyumas - Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, kini mencatatkan produksi telur ayam yang melimpah hingga 70 ton per hari. Menariknya, kebutuhan masyarakat setempat hanya sekitar 50 ton per hari, sehingga ada surplus 20 ton. Namun, kondisi ini justru tidak membuat harga telur ayam turun, melainkan tetap naik di pasaran.
Menurut Bendahara Koperasi Peternakan Unggas Sejahtera (KPUS) Sektor Temanggung, Buyung Adi Nugraha, surplus tersebut berasal dari 350 peternak mikro-kecil dengan populasi sekitar 690 ribu ekor ayam yang menghasilkan 38–40 ton per hari.
Sementara itu, peternak menengah hingga besar yang memiliki populasi 521 ribu ekor ayam menyumbang sekitar 30 ton per hari.
“Kalau dilihat dari sisi produksi, Temanggung sangat mencukupi. Bahkan lebih dari kebutuhan masyarakat sehari-hari,” jelas Buyung, Minggu (21/9/2025) dikutip dari pemkab temanggung.
Meski produksi melimpah, harga telur ayam di pasaran tetap mengalami kenaikan. Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKPPP) Temanggung, Joko Budi Nuryanto, menyebut penyebab utamanya adalah naiknya harga jagung sebagai bahan utama pakan ayam.
Harga pakan memiliki kontribusi besar terhadap biaya produksi peternak. Saat harga jagung melonjak, peternak terpaksa menaikkan harga jual telur agar usaha mereka tetap berjalan. Inilah yang membuat harga telur tidak bisa ditekan meski stok berlebih.
Untuk mengatasi persoalan ini, Pemkab Temanggung bersama KPUS telah melakukan berbagai langkah. Salah satunya adalah mendatangkan pasokan jagung dari daerah lain, seperti Purwodadi, Wonogiri, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Langkah ini diharapkan mampu menstabilkan harga pakan, sehingga harga telur bisa terkendali dan tetap terjangkau oleh masyarakat.
“Kami berupaya menjaga agar peternak tidak merugi, tetapi masyarakat juga tetap bisa membeli telur dengan harga wajar,” tambah Joko.
Kasus di Temanggung menunjukkan bahwa ketersediaan pangan tidak hanya soal kuantitas, tetapi juga rantai pasok dan biaya produksi. Ke depan, pemerintah daerah diharapkan lebih intensif mendukung stabilisasi harga pakan.
Dengan begitu, surplus telur yang ada benar-benar bisa dinikmati masyarakat dalam bentuk harga yang stabil. Produksi melimpah seharusnya menjadi kabar baik, tetapi tanpa pengendalian harga bahan baku, hasilnya justru tidak dirasakan sepenuhnya oleh konsumen