DLH Banyumas Angkat Bicara Soal Pabrik Hebel PMA yang Diduga Langgar Aturan Operasi Tanpa AMDAL

Pabrik hebel PMA di Banyumas jadi sorotan publik
Sumber :
  • pexel @pixabay

Pabrik hebel PT INS di Banyumas disorot karena dugaan tak kantongi izin lingkungan. DLH Banyumas klarifikasi kewenangan ada di pusat, warga pertanyakan legalitas

Pencari Kerja Merapat! Banyumas Job Fair 2025 Hadir dengan Banyak Lowongan Pekerjaan, Catat Jadwalnya

Viva, Banyumas - Sebuah pabrik bata ringan atau hebel milik PT INS yang berlokasi di Kelurahan Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, pabrik yang baru diresmikan pada 15 Juli 2025 ini diduga beroperasi tanpa mengantongi izin lingkungan yang lengkap, khususnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).

Kejanggalan ini pertama kali disampaikan warga sekitar yang mengkhawatirkan dampak lingkungan dari aktivitas produksi pabrik tersebut. Mulai dari kualitas udara, potensi pencemaran air, hingga kebisingan yang bisa mengganggu kenyamanan masyarakat.

Inovasi Pertanian Wisata Petik Melon di Greenhouse Desa Karangtalun Lor, Banyumas

Menanggapi isu ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas, Widodo Sugiri, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menerima permohonan persetujuan lingkungan dari PT INS.

Namun, ia menjelaskan bahwa perusahaan ini merupakan Penanaman Modal Asing (PMA), sehingga kewenangan perizinan berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pusat.

Kunjungan Menbud Fadli Zon ke Museum Pusaka Kalibening Banyumas, Bertepatan Tradisi Jamasan Pusaka

“Menurut informasi yang saya terima, perusahaan hebel di Rawalo memang merupakan PMA. Untuk persetujuan lingkungan sepenuhnya kewenangan kementerian pusat, bukan DLH Kabupaten Banyumas,” ujar Widodo saat dikonfirmasi, Minggu (7/9/2025) dilansir dari tvonenews.

Meski demikian, Widodo menekankan pentingnya setiap perusahaan untuk tetap taat pada regulasi. Dokumen AMDAL maupun UKL-UPL bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen vital untuk memastikan kegiatan industri tidak merusak lingkungan.

Ia juga menyebutkan bahwa kewajiban ini mencakup pelaporan kapasitas produksi, jumlah karyawan, hingga sistem pengelolaan limbah. Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kepatuhan perusahaan terhadap aturan lingkungan hidup di Indonesia.

Sebab, tanpa dokumen resmi tersebut, sulit menjamin bahwa proses produksi tidak menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem maupun kesehatan masyarakat sekitar. Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku masih mengingat jelas momen peresmian pabrik tersebut.

“Seingat saya, tanggal 15 Juli peresmiannya. Tapi sejak awal memang warga bertanya-tanya soal izin lingkungannya,” ujarnya.

Isu ini diperkirakan akan terus bergulir, mengingat publik kini semakin kritis terhadap isu keberlanjutan. Apalagi, Banyumas dikenal memiliki ekosistem pertanian dan permukiman yang rentan terganggu oleh aktivitas industri berskala besar.

Dengan adanya sorotan ini, masyarakat berharap KLHK segera melakukan investigasi untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi yang berlaku. Langkah ini penting demi menjaga keseimbangan antara investasi industri dan kelestarian lingkungan hidup di Banyumas