Calon PPPK Penjaga Sekolah di Purbalingga Tersandung Dugaan Kasus Pelecehan Sudah 30 Tahun Mengabdi
- pexel @pixabay
Polisi melakukan penyelidikan kasus dugaan pelecehan yang melibatkan penjaga sekolah di Purbalingga, mengguncang kepercayaan orang tua murid
Viva, Banyumas - Selama tiga dekade, sosok D (50), seorang penjaga sekolah dasar di Purbalingga, dikenal sebagai wajah setia yang selalu hadir menyambut dan melepas murid setiap hari. Ia dipercaya orang tua sebagai figur yang menjaga lingkungan sekolah tetap aman.
Bahkan, dalam waktu dekat, dirinya dijadwalkan diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) setelah lama mengabdi. Namun, harapan itu kini kandas akibat dugaan kasus yang menyeret namanya.
Dilansir dari akun Instagram @infopurbalingga.id, Peristiwa ini mengejutkan banyak pihak, terutama orang tua murid. D yang dianggap sebagai “benteng pertama” bagi siswa, justru diduga meruntuhkan kepercayaan yang selama ini dibangun.
Kasus ini bermula dari laporan terkait dugaan pelecehan terhadap seorang siswi kelas 1 SD berusia 7 tahun. Peristiwa itu disebut terjadi pada pagi hari, di lorong sekolah yang masih sepi. Kabar tersebut dengan cepat menyebar dan membuat lingkungan sekolah gempar.
Orang tua murid mendesak agar pihak sekolah serta aparat segera bertindak untuk memberikan kepastian. Mereka menilai bahwa sekolah semestinya menjadi ruang paling aman bagi anak-anak, bukan sebaliknya. Saat ini, kasus tersebut sedang dalam penyelidikan aparat kepolisian.
Kapolres Purbalingga memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur. Di sisi lain, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Purbalingga juga turun tangan memberikan pendampingan intensif kepada korban dan keluarganya, baik secara psikologis maupun hukum.
Tragedi ini menjadi pelajaran penting bagi dunia pendidikan. Kejadian serupa menunjukkan betapa rapuhnya rasa aman di lingkungan sekolah jika pengawasan tidak dilakukan secara berlapis. Bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat untuk memastikan anak-anak terlindungi dari ancaman kekerasan.
Kasus ini juga membuka ruang diskusi lebih luas tentang mekanisme rekrutmen dan pengawasan tenaga pendidikan maupun non-pendidikan di sekolah. Pengabdian panjang memang layak diapresiasi, tetapi integritas dan sikap profesional harus selalu menjadi syarat utama.
Kini, harapan D untuk meraih status sebagai PPPK tinggal cerita. Sementara itu, yang lebih penting adalah pemulihan psikologis korban serta kembalinya rasa aman di sekolah. Kejadian ini diharapkan menjadi pengingat keras agar setiap institusi pendidikan memperkuat sistem perlindungan anak, sehingga tragedi serupa tidak kembali terulang