Heboh! Rektor UNM Dilaporkan Dosen Atas Dugaan Pelecehan Kerap Dikirimi Video Syur dan Diajak ke Hotel
- pexel @Element5 Digital
Viva, Banyumas - Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret nama Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Karta Jayadi, membuat heboh publik akademik. Seorang dosen berinisial QDB (51) resmi melaporkan dugaan tersebut ke Polda Sulawesi Selatan pada Jumat (22/8/2025) serta ke Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek.
Dalam keterangannya, QDB menyebut dirinya mengalami pelecehan seksual secara verbal dan digital sejak tahun 2022 hingga 2024. Ia mengaku kerap menerima video porno serta ajakan ke hotel melalui aplikasi WhatsApp dari Prof Karta.
“Saya selalu menolaknya dengan halus, tetapi beliau tetap kirim video. Tidak etis, apalagi sebagai seorang pimpinan,” ungkap QDB dikutip dari tvonenews.
QDB mengaku baru berani melapor karena merasa trauma dengan perlakuan tersebut. Ia menambahkan, jika seorang dosen saja bisa mengalami hal demikian, maka risiko yang dialami mahasiswa atau pihak lain yang berada di bawah tekanan jabatan bisa lebih besar.
“Saya kasihan, apalagi bagi perempuan yang tidak berdaya. Ini membuat kami takut,” ujarnya. Pihak kepolisian membenarkan laporan tersebut. Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto, mengatakan kasus itu kini ditangani oleh Krimsus.
“Benar, kasus dugaan pelecehan seksual oleh Rektor UNM sedang dalam proses penyelidikan,” tegasnya, Senin (25/8/2025). Namun, di sisi lain, Prof Karta Jayadi membantah keras tuduhan tersebut.
Ia menyebut laporan QDB tidak berdasar dan menuding bahwa dosen itu sakit hati setelah diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala pusat teknologi tepat guna.
“Dua hari lalu saya pecat karena banyak pelanggaran. Sayangnya, tuduhan ini muncul setelah itu,” kata Karta. Lebih jauh, Prof Karta menegaskan akan melaporkan balik QDB atas dugaan pencemaran nama baik. Menurutnya, komunikasi mereka di WhatsApp tidak bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.
“Saya masih waras. Kalau memang ada bukti, silakan buktikan. Justru saya merasa tidak nyaman karena dia sering memanggil saya ‘prof ganteng’,” ucapnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat tinggi kampus negeri. Pemerhati pendidikan menilai pentingnya transparansi dan perlindungan bagi korban dugaan pelecehan seksual di lingkungan akademik.
Jika terbukti, kasus ini bisa mencoreng reputasi institusi pendidikan dan menjadi pelajaran penting tentang pencegahan pelecehan seksual di kampus. Namun, karena masih dalam tahap penyelidikan, masyarakat diminta menunggu hasil resmi dari kepolisian dan Kemendikbudristek