Takut Kena Royalti, Sopir Bus Pilih Hening Meski Penumpang Protes
- Pexel @jen
Sopir bus Tanjung Priok enggan memutar musik karena khawatir aturan royalti. Penumpang mengeluh, sementara DJKI menegaskan pemutaran musik publik wajib bayar royalti
Viva, Banyumas - Suasana perjalanan bus biasanya identik dengan musik yang menemani penumpang. Namun, hal berbeda dialami penumpang di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara. Seorang sopir bus bernama Enjun (43) mengaku sering mendapat keluhan karena tidak memutar musik selama perjalanan.
Alasannya bukan tanpa dasar. Enjun khawatir terkena aturan pembayaran royalti musik jika memutar lagu secara bebas. Ia memahami bahwa pemutaran musik di ruang publik termasuk bus kini masuk kategori penggunaan komersial, sehingga wajib membayar royalti kepada pencipta lagu.
Dikutip dari akun Instagram @nowdots, enjun mengatakan Kadang penumpang minta musik supaya tidak bosan. Tapi ia takut ada aturan soal royalti, jadi lebih aman tidak diputar. Paling sesekali dengan volume kecil saja.
Keluhan penumpang yang ingin hiburan seolah bertabrakan dengan kekhawatiran sopir bus yang menjaga diri dari potensi pelanggaran hukum. Situasi ini menggambarkan betapa aturan hak cipta kini mulai dirasakan langsung dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di transportasi umum.
Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham, pemutaran musik di ruang publik, baik itu di bus, kafe, restoran, hotel, maupun tempat usaha lainnya, memang wajib membayar royalti.
Hal ini diatur dalam UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dan diperkuat oleh PP Nomor 56 Tahun 2021. Meskipun pelaku usaha berlangganan layanan streaming legal, seperti Spotify atau Joox, kewajiban royalti tetap berlaku.