Dikira Provokator, Kepala Puskesmas Babak Belur Dipukul Polisi Hingga Gegar Otak
- pexel @Tima Miroshnichenko
Viva, BANYUMAS – Seorang kepala puskesmas di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menjadi korban dugaan salah tangkap dan dipukul oleh aparat kepolisian hingga gegar otak saat bentrokan terjadi antara warga dan petugas dalam proses eksekusi lahan di Dusun Palludai, Desa Katumbangan Lemo, Kecamatan Campalagian, pada Kamis, 3 Juli 2025.
Korban berinisial J yang menjabat sebagai kepala puskesmas mengalami luka serius di bagian kepala dan didiagnosis mengalami pendarahan otak akibat pukulan benda tumpul. Ia diduga dipukuli saat petugas polisi melakukan pengamanan di tengah kekacauan yang melibatkan massa dan aparat.
Kejadian bermula ketika aparat kepolisian menjalankan eksekusi sengketa lahan di lokasi tersebut. Suasana berubah ricuh ketika sejumlah warga melakukan perlawanan terhadap aparat.
Saat itulah, Kepalas Puskesma J yang tengah berada di rumah mertuanya—yang berlokasi tidak jauh dari titik bentrokan—tiba-tiba didatangi oleh beberapa anggota kepolisian yang menuduhnya provokator hingga diduga aksi pemukulan terjadi. J bukan bagian dari kerumunan massa, namun rumah mertuanya berada di dekat lokasi eksekusi, yang membuat keberadaannya disalahartikan.
Pihak keluarga menyebutkan bahwa J berada di dalam rumah dan tidak ikut serta dalam aksi protes. Namun, beberapa anggota polisi diduga mendobrak pintu rumah dan membawa J keluar untuk diinterogasi.
Dalam prosesnya, J mengalami kekerasan fisik hingga mengalami luka berat di kepala. Kasus ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat dan organisasi kesehatan lokal yang menuntut kejelasan dan pertanggungjawaban atas tindakan represif tersebut. Mereka mendesak investigasi mendalam terkait dugaan pelanggaran prosedur oleh aparat.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kapolres Polewali Mandar AKBP Anjar Purwoko membantah telah terjadi salah tangkap. Menurutnya, petugas hanya mengamankan J karena terdeteksi berada di sekitar kerumunan massa. Anjar dilansir dari Antara mengatakan Tidak benar salah tangkap.
Polisi hanya mengamankan korban di suatu tempat karena terdeteksi berada di depan kerumunan massa. Namun hingga kini, publik menilai pernyataan tersebut belum menjawab luka berat yang diderita J.
Pihak keluarga juga meminta agar kejadian ini tidak ditutup-tutupi dan pelaku kekerasan segera ditindak tegas.
Insiden ini membuka kembali perdebatan soal penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan saat menangani konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia. Lembaga perlindungan hak asasi manusia telah diminta turun tangan untuk menyelidiki secara independen kasus ini