Robodog Polri Rp3 Miliar: Inovasi Lokal atau Cuma Ganti Label Robot China?
- Youtube Sekretariat Presiden
Viva, Banyumas - Perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 Bhayangkara pada 1 Juli 2025 di Monas menyita perhatian publik, bukan hanya karena kemeriahannya, tetapi juga karena penampilan satu unit robot anjing atau yang dikenal dengan nama Robodog yang diklaim sebagai teknologi canggih milik Polri.
Robot bernama Robodog itu disebut dikembangkan oleh perusahaan asal Indonesia, Ezra Robotics, dan ditaksir memiliki harga nyaris Rp3 miliar per unit. Dikutip dari akun Instagram @fakta.indo, Menurut Presiden Direktur Ezra Robotics, R Dhannisaka, harga dasar Robodog Polri mencapai Rp3 miliar, dan bisa naik tergantung fitur tambahan yang diminta oleh Polri.
Ia juga menyebut bahwa versi luar negeri bahkan bisa mencapai USD 260 ribu atau sekitar Rp4,2 miliar.
Namun, kehebohan perihal Robodog Polri seharga Rp 3 Miliar tidak berhenti di situ. Warganet mulai menelusuri dan menemukan bahwa robot anjing dengan tampilan serupa ternyata dijual secara publik oleh perusahaan asal China, Unitree Robotics.
Di situs resmi mereka, robot Unitree Go2, yang memiliki fitur AI dan kemampuan gerak otomatis, dibanderol hanya sekitar USD 1.600 atau Rp24 juta. Bahkan versi humanoid mereka, Unitree G1, dijual sekitar USD 16.000 atau Rp240 juta.
Fakta ini memicu tanda tanya besar: apakah Robodog benar-benar hasil pengembangan teknologi lokal, atau hanya sekadar rebranding dari produk luar negeri dengan harga yang sangat jauh lebih murah?
Menanggapi hal ini, Dhannisaka menyatakan bahwa pengembangan Robodog melibatkan kerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dalam hal pengembangan software dan sistem kecerdasan buatan (AI). Namun hingga kini, belum ada spesifikasi teknis resmi yang dipublikasikan untuk membedakan Robodog dari produk Unitree.
Publik mulai mempertanyakan transparansi anggaran dan urgensi pembelian robot dengan harga fantastis tersebut, terutama jika fitur-fiturnya belum sepenuhnya otomatis dan masih dikendalikan secara manual.
Apalagi jika ternyata robot tersebut berasal dari luar negeri dengan modifikasi minimal. Kasus ini menyoroti pentingnya keterbukaan dalam pengadaan teknologi oleh lembaga negara, terlebih jika menyangkut dana publik.
Warganet pun menuntut penjelasan resmi dan pembuktian bahwa Robodog benar-benar merupakan produk inovasi dalam negeri dan bukan sekadar robot impor yang diganti nama.
Jika terbukti hanya rebranding, hal ini bisa menjadi preseden buruk dalam pengelolaan teknologi nasional, sekaligus mencoreng semangat kemandirian inovasi yang digaungkan