Vonis 15 Tahun Jadi 12,5 Tahun! Begini Strategi Hukum Setnov Lolos Potongan Hukuman

Setya Novanto dapat keringanan hukuman dari Mahkamah Agung
Sumber :
  • instagram @s.novanto

Viva, Banyumas - Putusan mengejutkan datang dari Mahkamah Agung (MA) terkait perkara korupsi e-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Setnov dikabulkan oleh MA, membuat hukumannya dikurangi dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun 6 bulan.

Sampah Plastik Jadi Emas? Bupati Magelang Grengseng Ungkap Strategi Desa Mandiri Sampah

Strategi hukum Setnov terbukti jitu. Melalui penasihat hukumnya, Maqdir Ismail, PK diajukan dengan nomor register 32 PK/Pid.Sus/2020. Tim hukum menilai adanya kekeliruan dalam penilaian hukum oleh pengadilan tingkat pertama, khususnya soal lamanya masa hukuman dan tambahan sanksi politik.

Dalam amar putusan yang diketok pada 4 Juni 2025 oleh Majelis Hakim Agung yang diketuai Surya Jaya, Setnov dinyatakan tetap bersalah berdasarkan Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 KUHP.

PSG Bangkit Usai Tumbangkan Seattle Sounders 2-0, Puncaki Grup B dan Siap Rebut Gelar Juara Dunia

Namun, masa hukuman dikurangi menjadi 12 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik juga disunat. Jika sebelumnya Setnov harus menunggu 5 tahun pasca-bebas untuk bisa berpolitik, kini masa pencabutan hak hanya 2 tahun 6 bulan.

Ramesh Lolos dari Maut: Lompat dari Pintu Darurat Sebelum Air India 171 Hantam Asrama

Dikutip dari Viva, Selain vonis pidana, MA juga memutuskan agar Setnov tetap membayar uang pengganti sebesar USD 7,3 juta. Namun, dari jumlah tersebut dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dititipkan ke penyidik KPK.

Sisa uang pengganti yang belum dibayar adalah sekitar Rp 49 miliar, dengan ancaman subsider 2 tahun penjara. Putusan ini tentu menuai reaksi publik. Banyak pihak mempertanyakan mengapa hukuman seorang pelaku korupsi kelas kakap seperti Setya Novanto bisa dikurangi.

Apalagi, perkara e-KTP ini merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah dan melibatkan banyak elite politik. Namun dari sisi hukum, PK adalah hak setiap terpidana.

Strategi hukum Setnov dengan menyoroti celah-celah putusan sebelumnya terbukti berhasil. MA pun mengabulkan permohonan tersebut setelah melalui pertimbangan hukum dari majelis hakim.

Dengan berkurangnya hukuman pidana dan masa pencabutan hak politik, peluang Setya Novanto untuk kembali ke dunia politik, meski terbatas, tetap terbuka di masa depan. Hal ini menjadi pengingat penting bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia harus terus diperkuat agar tak mudah diloloskan oleh strategi hukum semata