Tragis! ART Asal Sumba Dianiaya dan Dipaksa Makan Kotoran Anjing oleh Majikan di Batam
- Tiktok @tuhanyesusmemberkati04
Viva, Banyumas - Seorang ART asal Sumba mengalami nasib tragis saat bekerja di Batam. Selama satu tahun, perempuan malang tersebut diduga dianiaya dan dipaksa oleh majikan yang memperlakukannya secara tidak manusiawi. Kekerasan yang diterima ART ini mencapai puncaknya dalam dua bulan terakhir, termasuk tindakan keji memaksa korban makan kotoran anjing sebagai bentuk hukuman yang tidak masuk akal.
Korban yang berasal dari Sumba itu terus mendapat perlakuan kasar dari majikan di Batam setiap kali dianggap melakukan kesalahan kecil. ART tersebut tidak hanya dianiaya dan dipaksa bekerja melebihi batas, tapi juga mengalami tekanan psikologis luar biasa.
Salah satu bentuk penyiksaan yang paling menggemparkan adalah saat korban dipaksa makan kotoran anjing karena dianggap mengepel tidak bersih. Kasus ART asal Sumba ini menggambarkan betapa buruknya perlakuan sang majikan di Batam.
Tidak hanya dianiaya dan dipaksa mengikuti keinginan majikan, ia bahkan harus menjalani perlakuan tak manusiawi seperti makan kotoran anjing. Derita yang dialami korban menjadi bukti nyata bahwa masih banyak ART di Indonesia yang belum mendapatkan perlindungan layak dari kekerasan saat bekerja di luar daerah asalnya.
Dilansir dari informasi yang diunggah di laman Instagram @pembasmi.kehaluann.reall, Kabar ini pertama kali diungkap oleh Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus atau Romo Pascal, yang merupakan perwakilan dari keluarga korban.
Romo Pascal menyebut bahwa korban tidak hanya mengalami pemukulan, tetapi juga dipaksa melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan. Majikan berinisial R, diduga menjadi pelaku utama yang memaksa korban memakan kotoran anjing dan meminum air parit hanya karena tidak puas dengan hasil pekerjaan rumah tangga.
Setiap kesalahan kecil dibalas dengan hukuman kejam, seperti mengepel yang dianggap tidak bersih atau tuduhan mencuri saat korban hendak makan. Tak berhenti di situ, R juga melabeli korban dengan sebutan kasar dan tidak manusiawi, bahkan tidak pernah memanggilnya dengan nama.
Ironisnya, korban juga dibebani dengan berbagai tagihan rumah tangga seperti listrik, air, bahkan biaya pemeriksaan hewan peliharaan milik majikan. Yang lebih mengejutkan, ART lain yang masih saudara korban turut dipaksa ikut menyiksa I dengan ancaman dari majikan.
Korban diseret ke kamar mandi, diinjak tubuhnya, dan dianiaya dengan alat maupun tangan kosong. Kasus ini kini mengundang simpati dan kemarahan publik. Banyak pihak mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dan memberikan perlindungan serta keadilan bagi korban.
Perlakuan biadab seperti ini tidak boleh dibiarkan dan harus menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat terhadap kondisi ART di Indonesia