Terungkap! Ini Alasan Indonesia Dicap Negara dengan Pajak Mobil Tertinggi Setelah Singapura!

Pajak Mobil di Indonesia
Sumber :
  • Viva.co.id/ Edwin Firdaus

VIVA, Banyumas – Banyak masyarakat Indonesia yang bermimpi memiliki mobil pribadi. Namun, harga mobil yang tergolong tinggi sering kali menjadi penghalang utama.

Salah satu faktor terbesar di balik mahalnya harga kendaraan roda empat ini adalah struktur pajak mobil yang kompleks dan memberatkan.

Bahkan, pengurus Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut bahwa Indonesia termasuk negara dengan pajak mobil tertinggi di dunia.

Pernyataan ini tentu mengejutkan, mengingat Indonesia bukanlah negara maju dengan infrastruktur kelas dunia seperti Singapura.

“Saya pernah di Vietnam berbicara dalam forum internasional. Saya dikomplain (pihak) dari Amerika. Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang majak mobilnya paling tinggi, setelah Singapura.” terangnya Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara dalam Diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertajuk ‘Menakar Efektivitas Insentif Otomotif’, di Jakarta pada Senin (19/5/2025).

Struktur pajak mobil di Indonesia memang tergolong kompleks. Menurut Kukuh, harga jual mobil kepada konsumen dibebani oleh berbagai instrumen perpajakan seperti Bea Masuk (untuk mobil impor utuh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Semua jenis pajak ini secara langsung mempengaruhi harga mobil di pasar.

Tak hanya konsumen yang terdampak. Pabrikan, distributor, dan diler juga harus memperhitungkan margin keuntungan mereka di tengah struktur pajak yang menekan. Hal ini membuat harga mobil sulit ditekan agar lebih kompetitif.

Riyanto, peneliti dari LPEM FEB UI, turut menguatkan hal ini dengan mengatakan bahwa hampir setengah dari harga mobil "on the road" (OTR) merupakan komponen pajak.

Situasi ini turut menghambat pertumbuhan industri otomotif nasional. Sejak 2013, penjualan mobil di Indonesia terjebak di angka satu juta unit per tahun.

Padahal, jika beban pajak dapat dikurangi, harga mobil akan lebih terjangkau dan daya beli masyarakat meningkat.

Dengan begitu, pertumbuhan industri otomotif akan lebih cepat dan memberi efek ganda (multiplier effect) pada perekonomian nasional

VIVA, Banyumas – Banyak masyarakat Indonesia yang bermimpi memiliki mobil pribadi. Namun, harga mobil yang tergolong tinggi sering kali menjadi penghalang utama.

Salah satu faktor terbesar di balik mahalnya harga kendaraan roda empat ini adalah struktur pajak mobil yang kompleks dan memberatkan.

Bahkan, pengurus Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut bahwa Indonesia termasuk negara dengan pajak mobil tertinggi di dunia.

Pernyataan ini tentu mengejutkan, mengingat Indonesia bukanlah negara maju dengan infrastruktur kelas dunia seperti Singapura.

“Saya pernah di Vietnam berbicara dalam forum internasional. Saya dikomplain (pihak) dari Amerika. Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang majak mobilnya paling tinggi, setelah Singapura.” terangnya Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara dalam Diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertajuk ‘Menakar Efektivitas Insentif Otomotif’, di Jakarta pada Senin (19/5/2025).

Struktur pajak mobil di Indonesia memang tergolong kompleks. Menurut Kukuh, harga jual mobil kepada konsumen dibebani oleh berbagai instrumen perpajakan seperti Bea Masuk (untuk mobil impor utuh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Semua jenis pajak ini secara langsung mempengaruhi harga mobil di pasar.

Tak hanya konsumen yang terdampak. Pabrikan, distributor, dan diler juga harus memperhitungkan margin keuntungan mereka di tengah struktur pajak yang menekan. Hal ini membuat harga mobil sulit ditekan agar lebih kompetitif.

Riyanto, peneliti dari LPEM FEB UI, turut menguatkan hal ini dengan mengatakan bahwa hampir setengah dari harga mobil "on the road" (OTR) merupakan komponen pajak.

Situasi ini turut menghambat pertumbuhan industri otomotif nasional. Sejak 2013, penjualan mobil di Indonesia terjebak di angka satu juta unit per tahun.

Padahal, jika beban pajak dapat dikurangi, harga mobil akan lebih terjangkau dan daya beli masyarakat meningkat.

Dengan begitu, pertumbuhan industri otomotif akan lebih cepat dan memberi efek ganda (multiplier effect) pada perekonomian nasional