Kuasa Hukum Ungkap 7 Alasan Penetapan Tersangka Nadiem Makarim Tidak Sah

Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim
Sumber :
  • RRI

VIVA, Banyumas – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek 2019-2022 terus jadi sorotan publik.

Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim kini menggugat penetapan tersangka dirinya lewat jalur praperadilan. Tim kuasa hukumnya menilai status tersangka tersebut cacat hukum dan tidak sah.

Melansir dari Antaranews, kuasa hukum Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir, membeberkan tujuh alasan yang membuat penetapan tersangka terhadap kliennya dianggap tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.

Pertama, penetapan tersangka tidak disertai hasil audit perhitungan kerugian negara yang nyata (actual loss) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Padahal, audit menjadi syarat mutlak untuk membuktikan kerugian negara sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK 21/PUU-XII/2014.

Kedua, hasil audit BPKP dan Inspektorat terhadap Program Bantuan Peralatan TIK 2020-2022 menyatakan tidak ada indikasi kerugian negara akibat perbuatan Nadiem. Hal ini diperkuat dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan Kemendikbudristek 2019-2022.

Ketiga, penetapan tersangka dianggap cacat hukum karena tidak didasarkan pada minimal dua bukti permulaan yang kuat. Surat penetapan tersangka dan sprindik bahkan diterbitkan di tanggal yang sama, 4 September 2025.

Keempat, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan ataupun diterima Nadiem. Hal itu melanggar Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 dan berpotensi membuka peluang penyidikan sewenang-wenang.

Kelima, dasar penetapan tersangka melalui Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022 dinilai tidak tepat, karena program tersebut bukan nomenklatur resmi dalam RPJMN 2020-2024 maupun kebijakan Kemendikbudristek.

Tuduhan ini dinilai abstrak dan melanggar hak Nadiem untuk mengetahui secara jelas perbuatan yang disangkakan.

Keenam, status Nadiem dalam surat penetapan sebagai "karyawan swasta" juga dinilai keliru. Pada periode 2019-2024, Nadiem masih menjabat sebagai Mendikbudristek.

Ketujuh, Nadiem dinilai kooperatif, memiliki domisili jelas, serta telah dicekal sehingga kecil kemungkinan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Karena itu, penahanan dianggap tidak sah.

Atas dasar tersebut, tim hukum Nadiem resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 September 2025 dengan nomor perkara 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel. Sidang perdana dijadwalkan digelar pada Jumat, 3 Oktober 2025.

Kejaksaan Agung menghormati langkah hukum tersebut. “Itu hak tersangka dan penasihat hukumnya. Praperadilan menjadi check and balance bagi kami,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna.