Desak Upah Minimum 2026 Rp8,5–Rp10,5 Juta: KSPSI Bongkar Perhitungan Ekonomi yang Jadi Dasar Tuntutan Buruh
- tvOnenews/Syifa Aulia
Serikat pekerja meminta kenaikan Upah Minimum 2026 agar sesuai kebutuhan hidup layak. KSPSI menyebut angka Rp8,5–Rp10,5 juta adalah hasil hitungan resmi pemerintah.
VIVA, Banyumas – Isu kenaikan Upah Minimum 2026 kembali menjadi sorotan usai pertemuan antara Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dengan Ketua DPR RI Puan Maharani di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Dalam audiensi tersebut, Sekretaris Jenderal KSPSI, Bibit Gunawan, menegaskan bahwa pihaknya mendesak pemerintah untuk menetapkan upah minimum pekerja pada kisaran Rp8,5 juta hingga Rp10,5 juta.
Permintaan ini, kata Bibit, bukan tanpa dasar, melainkan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2023 yang menegaskan penetapan upah harus mempertimbangkan formulasi inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
“Atas perhitungan pemerintah, BPS, itu sudah mengeluarkan angka bahwa pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu adalah angkanya Rp8,5 sampai dengan Rp10,5 juta. Itu untuk upah tahun 2026. Itu yang menjadi permintaan kita para buruh pekerja yang ada di Indonesia,” ujar Bibit dikutip dari tvOneNews.
Permintaan KSPSI mencerminkan aspirasi buruh agar upah yang diterima sejalan dengan kondisi ekonomi nasional.
Dengan laju inflasi yang masih terkendali namun kebutuhan hidup kian meningkat, serikat pekerja menilai bahwa kenaikan upah merupakan langkah penting demi menjaga daya beli masyarakat.
Kisaran Rp8,5 juta–Rp10,5 juta disebut sebagai angka rasional berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Jika disetujui, besaran upah ini akan menjadi lompatan signifikan dibandingkan standar upah minimum yang berlaku di sebagian besar daerah saat ini.
Selain menyoroti soal Upah Minimum 2026, Bibit juga menyampaikan kritik terhadap aturan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang dianggap diskriminatif bagi pekerja perempuan.
“Karena untuk perempuan yang sudah menikah itu posisi PTKP/nya tetap pada posisi lajang,” kata Bibit.
Ia menilai kebijakan tersebut tidak mencerminkan keadilan, terutama bagi perempuan yang menjadi kepala keluarga atau tidak lagi memiliki pasangan yang berpenghasilan.
“Padahal ketika mereka sudah menikah dan kadang-kadang mereka adalah pemimpin keluarga, karena memang suami atau mereka enggak punya suami atau suaminya yang sudah tidak berpenghasilan,” jelasnya.
Atas dasar itu, KSPSI mengusulkan agar PTKP dinaikkan menjadi Rp7,5 juta sebagai upaya meringankan beban pajak para pekerja, terutama perempuan.