Pidato Perdana Prabowo di PBB, Mengenang Soekarno 1960: Suara Indonesia di Panggung Dunia dari Masa ke Masa

Bung Karno sang orator ulung
Sumber :
  • Pixabay

VIVA. Banyumas – Tanggal 23 September besok menjadi momen bersejarah: Presiden Prabowo Subianto akan menyampaikan pidato perdananya di sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Panggung internasional ini bukan sekadar forum diplomasi, tetapi juga tempat di mana pemimpin dunia menyuarakan gagasan besar. Bagi Indonesia, setiap pidato di PBB selalu membawa makna tersendiri—dan yang paling dikenang tentu adalah pidato Presiden Soekarno pada tahun 1960.

Pidato Soekarno 1960: “To Build the World Anew”

Pada 30 September 1960, Soekarno berdiri di podium PBB di New York. Di hadapan para pemimpin dunia, ia menyampaikan pidato panjang berjudul “To Build the World Anew”. Pidato ini tercatat sebagai salah satu yang paling panjang dalam sejarah PBB, lebih dari satu jam lamanya, namun setiap katanya mengandung pesan kuat.

Soekarno menekankan perlunya dunia yang bebas dari kolonialisme, imperialisme, dan ketidakadilan. Ia mengingatkan bahwa kemerdekaan tidak boleh hanya dimiliki segelintir bangsa, melainkan hak semua manusia. Bagi Bung Karno, PBB harus menjadi wadah untuk menciptakan “dunia baru” yang damai, adil, dan berkeadilan sosial.

Konteks Zaman Perang Dingin

Pidato itu disampaikan pada puncak ketegangan Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Namun Soekarno menolak tunduk pada salah satu kubu. Ia memperkenalkan Indonesia sebagai bagian dari Gerakan Non-Blok, mengajak negara-negara Asia-Afrika dan dunia ketiga untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi pemain aktif dalam percaturan global.

Pesan Bung Karno kala itu sangat berani: PBB harus berubah dari forum formalitas menjadi wadah perjuangan nyata bagi bangsa-bangsa tertindas.

Resonansi di Dunia Internasional

Pidato “To Build the World Anew” bukan sekadar retorika. Ia memperkuat citra Indonesia sebagai pemimpin dunia ketiga dan memperkokoh posisi Soekarno sebagai tokoh global. Banyak negara Asia-Afrika merasa suaranya terwakili oleh Indonesia. Bahkan hingga kini, pidato tersebut masih dikutip dalam diskusi tentang keadilan internasional dan reformasi PBB.

Dari Bung Karno ke Prabowo: Harapan Baru

Bertahun-tahun setelah Soekarno, Indonesia selalu rutin mengirimkan presidennya untuk berbicara di podium yang sama. Jika Soekarno mengusung semangat dekolonisasi dan solidaritas negara berkembang, kini tantangannya berbeda: perubahan iklim, ketimpangan global, konflik geopolitik, hingga krisis pangan dan energi.

Momen pidato Prabowo akan menjadi ujian sekaligus peluang: mampukah Indonesia menghidupkan kembali semangat kepemimpinan global yang pernah dipelopori Bung Karno, dengan bahasa zaman yang relevan untuk dunia hari ini?

Jejak yang Tak Terlupakan

Pidato Bung Karno di PBB tahun 1960 adalah warisan diplomasi yang membanggakan Indonesia. Ia menunjukkan bahwa sebuah bangsa yang baru merdeka pun mampu bersuara lantang di panggung dunia. Kini, ketika Prabowo bersiap menyampaikan pidatonya, ingatan itu kembali hadir—sebagai pengingat bahwa suara Indonesia selalu punya tempat dalam membangun dunia yang lebih adil.