Tompi Sentil Menkeu Purbaya Yudhi: Dana Rp200 T Digelontorkan,Tapi Bunga Kredit Tak Turun
- instagram @menkeuri
Tompi menyoroti dana Rp200 triliun yang ditempatkan di bank milik negara. Ia mempertanyakan mengapa bunga pinjaman masih tinggi meski dana besar telah digelontorkan
Viva, Banyumas - Penyanyi sekaligus dokter bedah plastik, Teuku Adifitrian atau yang akrab dikenal dengan Tompi, kembali mencuri perhatian publik. Namun kali ini, bukan karena karya musiknya atau kiprahnya di dunia medis, melainkan lewat kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah terkait pengelolaan dana jumbo.
Lewat akun media sosial X pribadinya, @dr_tompi, ia menyoroti keputusan pemerintah yang menempatkan Rp200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) serta PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk.
Menurut Tompi, aliran dana sebesar itu seharusnya mampu menurunkan bunga pinjaman dan memudahkan masyarakat dalam mengakses pembiayaan. Namun faktanya, ia menilai bunga kredit masih stagnan.
“Udah diguyur Rp200 T, tapi bunga pinjaman masih tinggi aja. Nyaris gak gerak dari bunga lama,” tulis Tompi dalam unggahannya pada Minggu, 21 September 2025. Tak berhenti di situ, Tompi bahkan menyebut nama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Ia mempertanyakan efektivitas penempatan dana jumbo tersebut yang seharusnya mendorong roda perekonomian lewat pembiayaan yang lebih terjangkau.
“Gimana nih pak Menkeu? Kalau masih tinggi begini, dana itu akan ngendap aja di bank. Bukankah niatnya menggerakkan ekonomi?” ujarnya menambahkan. Kritik dari Tompi ini memicu perdebatan di jagat maya.
Beberapa netizen mendukung pandangannya dengan menilai bahwa suara Tompi mewakili keresahan masyarakat, terutama pelaku usaha kecil yang kesulitan mengakses pinjaman berbunga rendah.
Namun, tak sedikit pula yang menilai bahwa kebijakan ini butuh waktu untuk menunjukkan hasil. Seorang warganet menulis, “Ga semudah membalikkan telapak tangan. Lu ga bisa sabaran, Tom?” Sementara yang lain justru mengapresiasi keberanian Tompi, “Tompi benar. Dokter saja ngerti pasar uang. Sayang Purbaya meski ahli pasar modal, kurang paham perbankan.” Suara Tompi menunjukkan bahwa kalangan publik figur pun ikut peduli pada isu ekonomi nasional.
Kritik ini diharapkan bisa menjadi masukan agar kebijakan pemerintah tidak hanya bersifat simbolis, melainkan benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan sorotan publik yang semakin besar, kini bola panas ada di tangan pemerintah.
Apakah kebijakan Rp200 triliun ini akan segera berdampak nyata, atau hanya menjadi polemik panjang yang berakhir tanpa perubahan signifikan?
Tompi menyoroti dana Rp200 triliun yang ditempatkan di bank milik negara. Ia mempertanyakan mengapa bunga pinjaman masih tinggi meski dana besar telah digelontorkan
Viva, Banyumas - Penyanyi sekaligus dokter bedah plastik, Teuku Adifitrian atau yang akrab dikenal dengan Tompi, kembali mencuri perhatian publik. Namun kali ini, bukan karena karya musiknya atau kiprahnya di dunia medis, melainkan lewat kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah terkait pengelolaan dana jumbo.
Lewat akun media sosial X pribadinya, @dr_tompi, ia menyoroti keputusan pemerintah yang menempatkan Rp200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) serta PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk.
Menurut Tompi, aliran dana sebesar itu seharusnya mampu menurunkan bunga pinjaman dan memudahkan masyarakat dalam mengakses pembiayaan. Namun faktanya, ia menilai bunga kredit masih stagnan.
“Udah diguyur Rp200 T, tapi bunga pinjaman masih tinggi aja. Nyaris gak gerak dari bunga lama,” tulis Tompi dalam unggahannya pada Minggu, 21 September 2025. Tak berhenti di situ, Tompi bahkan menyebut nama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Ia mempertanyakan efektivitas penempatan dana jumbo tersebut yang seharusnya mendorong roda perekonomian lewat pembiayaan yang lebih terjangkau.
“Gimana nih pak Menkeu? Kalau masih tinggi begini, dana itu akan ngendap aja di bank. Bukankah niatnya menggerakkan ekonomi?” ujarnya menambahkan. Kritik dari Tompi ini memicu perdebatan di jagat maya.
Beberapa netizen mendukung pandangannya dengan menilai bahwa suara Tompi mewakili keresahan masyarakat, terutama pelaku usaha kecil yang kesulitan mengakses pinjaman berbunga rendah.
Namun, tak sedikit pula yang menilai bahwa kebijakan ini butuh waktu untuk menunjukkan hasil. Seorang warganet menulis, “Ga semudah membalikkan telapak tangan. Lu ga bisa sabaran, Tom?” Sementara yang lain justru mengapresiasi keberanian Tompi, “Tompi benar. Dokter saja ngerti pasar uang. Sayang Purbaya meski ahli pasar modal, kurang paham perbankan.” Suara Tompi menunjukkan bahwa kalangan publik figur pun ikut peduli pada isu ekonomi nasional.
Kritik ini diharapkan bisa menjadi masukan agar kebijakan pemerintah tidak hanya bersifat simbolis, melainkan benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan sorotan publik yang semakin besar, kini bola panas ada di tangan pemerintah.
Apakah kebijakan Rp200 triliun ini akan segera berdampak nyata, atau hanya menjadi polemik panjang yang berakhir tanpa perubahan signifikan?