Nusron Wahid: Semua Tanah di Indonesia Milik Negara, Bukan Individu

Nusron Wahid tegaskan semua tanah milik negara
Sumber :
  • instagram @nusronwahid

Viva, Banyumas - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa seluruh tanah di Indonesia adalah milik negara. Pernyataan ini disampaikan pada Minggu, 10 Agustus 2025, untuk meluruskan persepsi masyarakat terkait kepemilikan lahan.

“Perlu diketahui tanah itu tidak ada yang memiliki, yang memiliki tanah itu negara, orang itu hanya menguasai,” ujar Nusron dikutip dari tvonenews.

Ia menjelaskan, masyarakat hanya memiliki hak untuk menguasai atau mengelola tanah sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Menurut Nusron, kepemilikan tanah yang sah hanya diakui apabila telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).

Sertifikat ini merupakan bukti resmi yang dikeluarkan negara sebagai tanda pemberian hak kepemilikan.

“Tidak ada istilah tanah kalau belum ada SHM-nya itu dia memiliki,” tegasnya. Ia juga meluruskan anggapan bahwa tanah warisan turun-temurun otomatis menjadi milik mutlak.

“Ini tanah mbah saya, leluhur saya. Saya mau tanya, emang mbah atau leluhur bisa membuat tanah? Tidak bisa membuat tanah,” sindirnya.

Pemerintah saat ini memantau sekitar 100 ribu hektare tanah yang terindikasi terlantar. Namun, proses penetapan tanah terlantar tidak dilakukan secara sepihak. Ada tahapan panjang untuk memastikan pengambilan alih dilakukan secara adil.

Prosesnya dimulai dengan surat peringatan pertama selama 180 hari. Jika tidak ada tanggapan, pemerintah mengirimkan peringatan kedua yang berlaku 90 hari, lalu evaluasi dua minggu. Selanjutnya, peringatan ketiga dikirim selama 45 hari, dievaluasi lagi dua minggu, dan tahap akhir peringatan terakhir selama 30 hari sebelum rapat penetapan tanah terlantar.

Tahapan ini total memakan waktu sekitar 587 hari atau hampir dua tahun. Langkah ini diambil agar setiap jengkal tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal dan tidak menjadi aset tidur. Nusron menegaskan bahwa tujuan pemerintah bukan sekadar mengambil tanah, melainkan memastikan pemanfaatannya demi kepentingan masyarakat luas.

Tanah yang terlantar berpotensi dimanfaatkan untuk program strategis, seperti pertanian, infrastruktur, dan perumahan rakyat.

Dengan penegasan ini, masyarakat diharapkan memahami bahwa status kepemilikan tanah tidak hanya bergantung pada sejarah atau warisan, tetapi pada bukti hukum yang diakui negara

Viva, Banyumas - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa seluruh tanah di Indonesia adalah milik negara. Pernyataan ini disampaikan pada Minggu, 10 Agustus 2025, untuk meluruskan persepsi masyarakat terkait kepemilikan lahan.

“Perlu diketahui tanah itu tidak ada yang memiliki, yang memiliki tanah itu negara, orang itu hanya menguasai,” ujar Nusron dikutip dari tvonenews.

Ia menjelaskan, masyarakat hanya memiliki hak untuk menguasai atau mengelola tanah sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Menurut Nusron, kepemilikan tanah yang sah hanya diakui apabila telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).

Sertifikat ini merupakan bukti resmi yang dikeluarkan negara sebagai tanda pemberian hak kepemilikan.

“Tidak ada istilah tanah kalau belum ada SHM-nya itu dia memiliki,” tegasnya. Ia juga meluruskan anggapan bahwa tanah warisan turun-temurun otomatis menjadi milik mutlak.

“Ini tanah mbah saya, leluhur saya. Saya mau tanya, emang mbah atau leluhur bisa membuat tanah? Tidak bisa membuat tanah,” sindirnya.

Pemerintah saat ini memantau sekitar 100 ribu hektare tanah yang terindikasi terlantar. Namun, proses penetapan tanah terlantar tidak dilakukan secara sepihak. Ada tahapan panjang untuk memastikan pengambilan alih dilakukan secara adil.

Prosesnya dimulai dengan surat peringatan pertama selama 180 hari. Jika tidak ada tanggapan, pemerintah mengirimkan peringatan kedua yang berlaku 90 hari, lalu evaluasi dua minggu. Selanjutnya, peringatan ketiga dikirim selama 45 hari, dievaluasi lagi dua minggu, dan tahap akhir peringatan terakhir selama 30 hari sebelum rapat penetapan tanah terlantar.

Tahapan ini total memakan waktu sekitar 587 hari atau hampir dua tahun. Langkah ini diambil agar setiap jengkal tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal dan tidak menjadi aset tidur. Nusron menegaskan bahwa tujuan pemerintah bukan sekadar mengambil tanah, melainkan memastikan pemanfaatannya demi kepentingan masyarakat luas.

Tanah yang terlantar berpotensi dimanfaatkan untuk program strategis, seperti pertanian, infrastruktur, dan perumahan rakyat.

Dengan penegasan ini, masyarakat diharapkan memahami bahwa status kepemilikan tanah tidak hanya bergantung pada sejarah atau warisan, tetapi pada bukti hukum yang diakui negara