Fahri Hamzah Usul Rumah Tapak Dipajaki Mahal: Biar Pindah ke Rusun

Fahri Hamzah bicara soal pajak rumah tapak di perkotaan
Sumber :
  • instagram @fahrihamzah

Viva, Banyumas - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, memunculkan wacana yang langsung menyita perhatian publik. Dalam Simposium Nasional bertajuk Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia pekan lalu, Fahri mengusulkan agar rumah tapak (landed house) di wilayah perkotaan dikenakan pajak tinggi.

Usulan ini dinilai oleh Fahri Hamzah sebagai langkah strategis untuk mengarahkan masyarakat kota agar beralih ke hunian vertikal, seperti rumah susun atau apartemen, demi menciptakan tata ruang perkotaan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

“Misalnya nanti yang bikin rumah landed pajaknya dinaikin aja sampai dia nggak bisa tinggal di landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun,” kata Fahri dalam pernyataannya pada simposium nasional tersebut.

Menurutnya, saat ini tanah di wilayah perkotaan sudah sangat terbatas. Pembangunan rumah tapak yang terus-menerus dianggap tidak ideal karena memakan lahan dalam jumlah besar, padahal kebutuhan hunian semakin meningkat.

Untuk itu, perlu solusi jangka panjang yang tidak hanya berbasis pembangunan fisik, tetapi juga kebijakan fiskal seperti pajak. Fahri juga menyoroti sistem subsidi perumahan yang dinilai kurang tepat sasaran.

Selama ini, subsidi diberikan di ujung proses pembelian rumah, yang menurutnya sebaiknya dialihkan ke subsidi tanah. Ia menyebut bahwa tanah merupakan komponen terbesar dalam pembentukan harga rumah, yakni sekitar 40 persen.

“Kalau tanah digratiskan atau disubsidi, maka harga rumah akan turun signifikan. Dengan begitu, kita bisa wujudkan hunian sosial atau social housing yang lebih murah,” ungkapnya.

Tak hanya soal pajak dan subsidi, Fahri juga menekankan pentingnya efisiensi biaya perizinan yang sering kali membebani pengembang maupun konsumen. Ia menyebut perlunya reformasi dalam sistem perizinan agar pembangunan hunian vertikal tidak terhambat oleh birokrasi dan pungutan berlapis.

Dengan kebijakan ini, pemerintah diharapkan dapat mendorong masyarakat kota untuk mulai berpindah dari rumah tapak ke hunian vertikal yang lebih hemat lahan dan efisien dari sisi infrastruktur. Selain itu, pembangunan perkotaan juga dapat diarahkan lebih baik melalui perencanaan tata ruang yang matang dan berorientasi masa depan.

Fahri menegaskan, ide ini bukan semata-mata soal menaikkan pajak, melainkan bagian dari strategi besar pengelolaan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan dan adil secara sosial.

“Kita tidak hanya membangun social housing, tetapi juga urban planning dan urban development, supaya wajah Indonesia makin tertata,” pungkasnya

Viva, Banyumas - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, memunculkan wacana yang langsung menyita perhatian publik. Dalam Simposium Nasional bertajuk Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia pekan lalu, Fahri mengusulkan agar rumah tapak (landed house) di wilayah perkotaan dikenakan pajak tinggi.

Usulan ini dinilai oleh Fahri Hamzah sebagai langkah strategis untuk mengarahkan masyarakat kota agar beralih ke hunian vertikal, seperti rumah susun atau apartemen, demi menciptakan tata ruang perkotaan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

“Misalnya nanti yang bikin rumah landed pajaknya dinaikin aja sampai dia nggak bisa tinggal di landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun,” kata Fahri dalam pernyataannya pada simposium nasional tersebut.

Menurutnya, saat ini tanah di wilayah perkotaan sudah sangat terbatas. Pembangunan rumah tapak yang terus-menerus dianggap tidak ideal karena memakan lahan dalam jumlah besar, padahal kebutuhan hunian semakin meningkat.

Untuk itu, perlu solusi jangka panjang yang tidak hanya berbasis pembangunan fisik, tetapi juga kebijakan fiskal seperti pajak. Fahri juga menyoroti sistem subsidi perumahan yang dinilai kurang tepat sasaran.

Selama ini, subsidi diberikan di ujung proses pembelian rumah, yang menurutnya sebaiknya dialihkan ke subsidi tanah. Ia menyebut bahwa tanah merupakan komponen terbesar dalam pembentukan harga rumah, yakni sekitar 40 persen.

“Kalau tanah digratiskan atau disubsidi, maka harga rumah akan turun signifikan. Dengan begitu, kita bisa wujudkan hunian sosial atau social housing yang lebih murah,” ungkapnya.

Tak hanya soal pajak dan subsidi, Fahri juga menekankan pentingnya efisiensi biaya perizinan yang sering kali membebani pengembang maupun konsumen. Ia menyebut perlunya reformasi dalam sistem perizinan agar pembangunan hunian vertikal tidak terhambat oleh birokrasi dan pungutan berlapis.

Dengan kebijakan ini, pemerintah diharapkan dapat mendorong masyarakat kota untuk mulai berpindah dari rumah tapak ke hunian vertikal yang lebih hemat lahan dan efisien dari sisi infrastruktur. Selain itu, pembangunan perkotaan juga dapat diarahkan lebih baik melalui perencanaan tata ruang yang matang dan berorientasi masa depan.

Fahri menegaskan, ide ini bukan semata-mata soal menaikkan pajak, melainkan bagian dari strategi besar pengelolaan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan dan adil secara sosial.

“Kita tidak hanya membangun social housing, tetapi juga urban planning dan urban development, supaya wajah Indonesia makin tertata,” pungkasnya