Sarmuji Bongkar Isi Rilis Gedung Putih: AS Harus Tunduk pada UU PDP Indonesia
- pexel @ Markus Winkler
Viva, Banyumas - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, M. Sarmuji, akhirnya angkat suara terkait polemik rencana transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat. Menurutnya, kerja sama digital antara kedua negara tidak berarti Indonesia menyerahkan kedaulatan data, melainkan justru memperkuat posisi hukum nasional melalui mekanisme hukum yang sah dan selektif.
Sarmuji menekankan bahwa segala bentuk transfer data pribadi harus tetap berpijak pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sebagai instrumen utama yang menjaga hak privasi dan kedaulatan hukum negara.
"Saya yakin bahwa pemerintah Indonesia tidak akan melanggar UU Perlindungan Data Pribadi. Pemerintah tetap berpijak pada perlindungan hak warga negara dan kedaulatan hukum nasional," tegasnya dalam pernyataan tertulis dari Jakarta dilansir dari Viva.
Ia juga menyinggung isi pernyataan resmi dari Gedung Putih yang menyatakan bahwa Amerika Serikat akan tunduk pada hukum Indonesia dalam proses transfer data. Sarmuji menyebut pernyataan itu sebagai bukti bahwa kerja sama ini tidak mencederai kedaulatan Indonesia.
“Sudah sangat jelas disebutkan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian transfer data hanya jika AS diakui sebagai yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data memadai berdasarkan hukum Indonesia. Artinya, bukan Indonesia yang tunduk, tetapi Amerika yang menghormati UU PDP kita,” jelasnya.
Politisi asal Jawa Timur itu juga menjelaskan bahwa kerja sama ini bukan bentuk penyerahan data secara bebas. Justru sebaliknya, ini adalah upaya memperkuat kerangka hukum tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara secara aman, selektif, dan terukur di bawah pengawasan otoritas Indonesia.
Sarmuji menambahkan bahwa praktik pengaliran data lintas negara adalah hal yang lazim dalam era digital global. Negara-negara maju seperti anggota G7 telah lebih dulu mengimplementasikan skema serupa.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kerja sama ini justru menguntungkan masyarakat Indonesia, khususnya yang menggunakan layanan digital dari perusahaan asal AS, seperti media sosial, e-commerce, hingga layanan cloud.
“Dengan mekanisme ini, ada jaminan perlindungan hukum Indonesia tetap berlaku bagi data warga yang menggunakan layanan digital milik perusahaan AS,” ujarnya.
Sarmuji menegaskan bahwa belum ada keputusan final karena pembicaraan teknis masih berlangsung. Hal ini memberi ruang bagi pengawasan publik maupun DPR untuk memastikan tidak ada celah pelanggaran hak warga.
Ia mendukung langkah pemerintah dalam membangun kerja sama digital internasional selama tidak mengorbankan kedaulatan dan hak-hak warga negara Indonesia
Viva, Banyumas - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, M. Sarmuji, akhirnya angkat suara terkait polemik rencana transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat. Menurutnya, kerja sama digital antara kedua negara tidak berarti Indonesia menyerahkan kedaulatan data, melainkan justru memperkuat posisi hukum nasional melalui mekanisme hukum yang sah dan selektif.
Sarmuji menekankan bahwa segala bentuk transfer data pribadi harus tetap berpijak pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sebagai instrumen utama yang menjaga hak privasi dan kedaulatan hukum negara.
"Saya yakin bahwa pemerintah Indonesia tidak akan melanggar UU Perlindungan Data Pribadi. Pemerintah tetap berpijak pada perlindungan hak warga negara dan kedaulatan hukum nasional," tegasnya dalam pernyataan tertulis dari Jakarta dilansir dari Viva.
Ia juga menyinggung isi pernyataan resmi dari Gedung Putih yang menyatakan bahwa Amerika Serikat akan tunduk pada hukum Indonesia dalam proses transfer data. Sarmuji menyebut pernyataan itu sebagai bukti bahwa kerja sama ini tidak mencederai kedaulatan Indonesia.
“Sudah sangat jelas disebutkan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian transfer data hanya jika AS diakui sebagai yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data memadai berdasarkan hukum Indonesia. Artinya, bukan Indonesia yang tunduk, tetapi Amerika yang menghormati UU PDP kita,” jelasnya.
Politisi asal Jawa Timur itu juga menjelaskan bahwa kerja sama ini bukan bentuk penyerahan data secara bebas. Justru sebaliknya, ini adalah upaya memperkuat kerangka hukum tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara secara aman, selektif, dan terukur di bawah pengawasan otoritas Indonesia.
Sarmuji menambahkan bahwa praktik pengaliran data lintas negara adalah hal yang lazim dalam era digital global. Negara-negara maju seperti anggota G7 telah lebih dulu mengimplementasikan skema serupa.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kerja sama ini justru menguntungkan masyarakat Indonesia, khususnya yang menggunakan layanan digital dari perusahaan asal AS, seperti media sosial, e-commerce, hingga layanan cloud.
“Dengan mekanisme ini, ada jaminan perlindungan hukum Indonesia tetap berlaku bagi data warga yang menggunakan layanan digital milik perusahaan AS,” ujarnya.
Sarmuji menegaskan bahwa belum ada keputusan final karena pembicaraan teknis masih berlangsung. Hal ini memberi ruang bagi pengawasan publik maupun DPR untuk memastikan tidak ada celah pelanggaran hak warga.
Ia mendukung langkah pemerintah dalam membangun kerja sama digital internasional selama tidak mengorbankan kedaulatan dan hak-hak warga negara Indonesia