Warga Wonogiri Panik! BPJS Gratis Dicabut, CSR untuk Kesehatan Masih Jadi Wacana
- pexel @pixabay
Viva, Banyumas - Kepanikan melanda ribuan warga Kabupaten Wonogiri setelah secara tiba-tiba status kepesertaan mereka sebagai penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan BPJS dinonaktifkan oleh pemerintah pusat. Akibatnya, banyak dari mereka yang kehilangan akses layanan kesehatan gratis yang selama ini sangat mereka andalkan.
Penonaktifan BPJS tersebut terjadi seiring dengan perubahan sistem pendataan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Perubahan ini membuat ribuan warga tersingkir dari daftar penerima manfaat tanpa pemberitahuan yang memadai.
Dampak langsungnya, masyarakat yang sebelumnya mendapat layanan kesehatan gratis melalui BPJS PBI kini harus membayar sendiri biaya pengobatan, yang tentu sangat membebani kondisi ekonomi mereka.
Banyak warga yang langsung mengadukan nasib mereka ke DPRD Wonogiri, khususnya Komisi IV yang membidangi masalah kesejahteraan rakyat. Ketua Komisi IV DPRD Wonogiri, Titik Sugiyarti, mengakui bahwa pihaknya menerima banyak laporan warga yang kebingungan karena tiba-tiba tidak lagi terdaftar sebagai peserta PBI JK.
Dikutip dari akun Instagram @wonogirkita, Titik Sugiyarti mengungkapka Banyak yang kelabakan. Pemerintah langsung respons cepat dengan melakukan kajian pembiayaan alternatif di luar skema APBD. Salah satu opsi yang tengah dikaji serius adalah pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari pihak swasta.
Titik menyatakan bahwa meskipun ruang geraknya terbatas, pembiayaan kesehatan melalui CSR sangat mungkin dilakukan. Contoh sebelumnya adalah pemanfaatan CSR Bank Jateng untuk pemberdayaan UMKM, yang terbukti berhasil. Tak hanya CSR, Komisi IV juga mempertimbangkan penggunaan dana hibah dari organisasi sosial sebagai solusi pembiayaan jaminan kesehatan.
Namun, hingga kini belum ada regulasi khusus di Kabupaten Wonogiri yang secara spesifik mengatur alokasi CSR untuk sektor kesehatan. Menanggapi kekosongan hukum tersebut, Komisi IV membuka kemungkinan penyusunan regulasi baru agar penggunaan CSR di bidang kesehatan memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.