Megathrust Selat Sunda dan Mentawai Siberut: Ancaman Gempa Besar Makin Nyata

Ilustrasi BMKG dan BRIN soroti ancaman Megathrust di Indonesia
Sumber :
  • pexel @ Mohammed Soufy

Viva, Banyumas - Indonesia yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Salah satu penyebabnya adalah keberadaan 13 segmen Megathrust yang tersebar di wilayah Tanah Air. Dari belasan segmen tersebut, dua di antaranya kini mendapat sorotan serius karena dianggap sebagai zona dengan potensi risiko gempa paling tinggi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut sebagai dua segmen yang paling berpotensi memicu gempa besar. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan bahwa gempa dari dua zona ini tinggal menunggu waktu.

Kondisinya saat ini disebut sebagai seismic gap karena sudah lama tidak mengalami aktivitas gempa besar.

“Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sudah berabad-abad tidak mengalami pelepasan energi besar. Ini menandakan adanya akumulasi energi yang terus meningkat di zona subduksi tersebut,” jelas Daryono dalam keterangan resminya yang dikutip dari Viva.

Belum lama ini, wilayah Nias Barat diguncang gempa berkekuatan M5,2. Gempa tersebut dikaitkan dengan aktivitas di zona Megathrust Mentawai-Siberut. Menurut Daryono, gempa ini tergolong gempa dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Analisis mekanisme sumber menunjukkan pergerakan naik atau thrust fault, yang merupakan karakteristik khas dari gempa Megathrust. Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi gempa di zona selatan Jawa Barat hingga Selat Sunda.

Peneliti BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, mengatakan bahwa energi yang terkunci di zona ini terus bertambah dan jika dilepaskan sekaligus dapat memicu gempa besar hingga magnitudo 8,7.

“Pelepasan energi besar tidak hanya akan menghasilkan guncangan kuat, tapi juga bisa menggerakkan kolom air laut dan membentuk tsunami besar,” jelas Nuraini.

BMKG dan BRIN sepakat bahwa kesiapsiagaan masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir, sangat penting.

Masyarakat diminta untuk selalu mengikuti informasi resmi dari BMKG dan tidak mudah percaya pada informasi hoaks terkait prediksi gempa.

Pemerintah juga diimbau untuk terus memperkuat sistem peringatan dini dan membangun infrastruktur tangguh gempa demi meminimalkan dampak bencana di masa mendatang

Viva, Banyumas - Indonesia yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Salah satu penyebabnya adalah keberadaan 13 segmen Megathrust yang tersebar di wilayah Tanah Air. Dari belasan segmen tersebut, dua di antaranya kini mendapat sorotan serius karena dianggap sebagai zona dengan potensi risiko gempa paling tinggi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut sebagai dua segmen yang paling berpotensi memicu gempa besar. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan bahwa gempa dari dua zona ini tinggal menunggu waktu.

Kondisinya saat ini disebut sebagai seismic gap karena sudah lama tidak mengalami aktivitas gempa besar.

“Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sudah berabad-abad tidak mengalami pelepasan energi besar. Ini menandakan adanya akumulasi energi yang terus meningkat di zona subduksi tersebut,” jelas Daryono dalam keterangan resminya yang dikutip dari Viva.

Belum lama ini, wilayah Nias Barat diguncang gempa berkekuatan M5,2. Gempa tersebut dikaitkan dengan aktivitas di zona Megathrust Mentawai-Siberut. Menurut Daryono, gempa ini tergolong gempa dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Analisis mekanisme sumber menunjukkan pergerakan naik atau thrust fault, yang merupakan karakteristik khas dari gempa Megathrust. Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi gempa di zona selatan Jawa Barat hingga Selat Sunda.

Peneliti BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, mengatakan bahwa energi yang terkunci di zona ini terus bertambah dan jika dilepaskan sekaligus dapat memicu gempa besar hingga magnitudo 8,7.

“Pelepasan energi besar tidak hanya akan menghasilkan guncangan kuat, tapi juga bisa menggerakkan kolom air laut dan membentuk tsunami besar,” jelas Nuraini.

BMKG dan BRIN sepakat bahwa kesiapsiagaan masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir, sangat penting.

Masyarakat diminta untuk selalu mengikuti informasi resmi dari BMKG dan tidak mudah percaya pada informasi hoaks terkait prediksi gempa.

Pemerintah juga diimbau untuk terus memperkuat sistem peringatan dini dan membangun infrastruktur tangguh gempa demi meminimalkan dampak bencana di masa mendatang