Menaker Yassierli Tolak Umumkan Data Jumlah PHK Bulanan: Jangan Viralkan Nanti Menumbuhkan Pesimis

Menaker Yassierli tanggapi lonjakan data PHK nasional
Sumber :
  • instagram @yassierl

Viva, Banyumas - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) secara nasional mencapai sekitar 30.000 orang hingga minggu pertama Juni 2025. Angka ini meningkat dibanding laporan sebelumnya per 20 Mei 2025, yang mencatat 26.455 pekerja terkena PHK.

Namun yang mengejutkan Menaker Yassierli justru menolak untuk umumkan data resminya jumlah rakyat yang di PHK dan meminta untuk tidak diviralkan dan bisa menumbuhkan semangat pesimis dikalangan masyarakat.

Kenaikan jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam waktu kurang dari satu bulan menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk DPR dan pelaku industri. Namun, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli justru menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin terlalu menyoroti atau memviralkan data PHK yang dianggap bisa berdampak negatif bagi psikologi masyarakat.

“Data itu kan kita bicara validitas nomor satu. Jadi kita harus berdasar kepada data yang valid dari BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya usai menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta yang dikutip dari Viva.

Yassierli menyebut, mulai saat ini, satu-satunya data resmi PHK yang akan digunakan pemerintah adalah milik BPJS Ketenagakerjaan, agar tidak terjadi perbedaan data antar lembaga. Namun, ia menolak membeberkan angka terbaru secara terbuka karena khawatir bisa memunculkan efek pesimistis di tengah masyarakat.

“Kalau tiap bulan kita keluarkan data PHK, nanti yang kita bangun itu bukan semangat optimisme, tapi pesimisme,” kata Yassierli.

Ia lebih mendorong agar masyarakat dan media fokus pada program-program pemerintah yang menciptakan lapangan kerja, salah satunya program Koperasi Desa/Kelurahan (KL) Merah Putih yang ditargetkan mampu menciptakan 2 juta lapangan kerja baru.

Pemerintah, lanjut Yassierli, juga tengah memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga (K/L) untuk memperluas akses kerja, pelatihan vokasi, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat akar rumput.

“Yang harus kita viralkan itu adalah penciptaan lapangan kerja. Kasihan teman-teman di lapangan, kalau setiap hari yang muncul hanya angka PHK. Semangat kita bisa runtuh,” imbuhnya.

Meski begitu, sejumlah pihak mengingatkan bahwa transparansi tetap penting agar publik memahami kondisi ketenagakerjaan secara objektif.

Data yang terbuka justru bisa menjadi pijakan bagi pengambilan kebijakan dan solusi yang tepat sasaran. Hingga saat ini, sektor industri padat karya, manufaktur, dan tekstil masih menjadi penyumbang terbesar angka PHK.

Banyak perusahaan terdampak oleh fluktuasi ekonomi global, kenaikan biaya produksi, dan efisiensi bisnis.

Pemerintah berjanji akan terus mengawal kondisi ketenagakerjaan nasional dengan pendekatan adaptif dan berkelanjutan. Diharapkan, program penciptaan kerja yang tengah berjalan mampu menahan laju PHK dan menumbuhkan optimisme di masyarakat

Viva, Banyumas - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) secara nasional mencapai sekitar 30.000 orang hingga minggu pertama Juni 2025. Angka ini meningkat dibanding laporan sebelumnya per 20 Mei 2025, yang mencatat 26.455 pekerja terkena PHK.

Namun yang mengejutkan Menaker Yassierli justru menolak untuk umumkan data resminya jumlah rakyat yang di PHK dan meminta untuk tidak diviralkan dan bisa menumbuhkan semangat pesimis dikalangan masyarakat.

Kenaikan jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam waktu kurang dari satu bulan menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk DPR dan pelaku industri. Namun, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli justru menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin terlalu menyoroti atau memviralkan data PHK yang dianggap bisa berdampak negatif bagi psikologi masyarakat.

“Data itu kan kita bicara validitas nomor satu. Jadi kita harus berdasar kepada data yang valid dari BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya usai menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta yang dikutip dari Viva.

Yassierli menyebut, mulai saat ini, satu-satunya data resmi PHK yang akan digunakan pemerintah adalah milik BPJS Ketenagakerjaan, agar tidak terjadi perbedaan data antar lembaga. Namun, ia menolak membeberkan angka terbaru secara terbuka karena khawatir bisa memunculkan efek pesimistis di tengah masyarakat.

“Kalau tiap bulan kita keluarkan data PHK, nanti yang kita bangun itu bukan semangat optimisme, tapi pesimisme,” kata Yassierli.

Ia lebih mendorong agar masyarakat dan media fokus pada program-program pemerintah yang menciptakan lapangan kerja, salah satunya program Koperasi Desa/Kelurahan (KL) Merah Putih yang ditargetkan mampu menciptakan 2 juta lapangan kerja baru.

Pemerintah, lanjut Yassierli, juga tengah memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga (K/L) untuk memperluas akses kerja, pelatihan vokasi, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat akar rumput.

“Yang harus kita viralkan itu adalah penciptaan lapangan kerja. Kasihan teman-teman di lapangan, kalau setiap hari yang muncul hanya angka PHK. Semangat kita bisa runtuh,” imbuhnya.

Meski begitu, sejumlah pihak mengingatkan bahwa transparansi tetap penting agar publik memahami kondisi ketenagakerjaan secara objektif.

Data yang terbuka justru bisa menjadi pijakan bagi pengambilan kebijakan dan solusi yang tepat sasaran. Hingga saat ini, sektor industri padat karya, manufaktur, dan tekstil masih menjadi penyumbang terbesar angka PHK.

Banyak perusahaan terdampak oleh fluktuasi ekonomi global, kenaikan biaya produksi, dan efisiensi bisnis.

Pemerintah berjanji akan terus mengawal kondisi ketenagakerjaan nasional dengan pendekatan adaptif dan berkelanjutan. Diharapkan, program penciptaan kerja yang tengah berjalan mampu menahan laju PHK dan menumbuhkan optimisme di masyarakat