Jateng Ajukan Gunung Slamet Jadi Taman Nasional, Apa Untung Ruginya?

Ilustrasi Gunung Slamet tampak dari wilayah Banyumas
Sumber :
  • pexel @suju

Viva, Banyumas - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengusulkan agar Gunung Slamet ditetapkan sebagai Taman Nasional kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian kawasan pegunungan yang memiliki nilai ekologis tinggi.

Pengajuan status tersebut tidak hanya berfokus pada konservasi lingkungan, tetapi juga menyasar aspek penting lainnya, yaitu menjaga ketersediaan air tanah di wilayah tengah Jawa. Gunung Slamet dianggap sebagai salah satu sumber air utama yang mendukung kehidupan pertanian dan masyarakat sekitarnya.

Dengan menjadikan Gunung Slamet sebagai Taman Nasional, pemerintah berharap pengelolaan lingkungan di area tersebut menjadi lebih optimal. Selain itu, status ini juga diyakini dapat memperkuat ketahanan sumber daya alam, mengurangi risiko bencana, dan mendukung program pembangunan berkelanjutan di Jawa Tengah.

Dilansir dari akun Instagram Infopurbalingga.id, Pengajuan tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi saat Musrenbangwil Eks Karesidenan Pekalongan, Kamis (24/4/2025).

Dalam pernyataannya, Luthfi menekankan bahwa penetapan taman nasional sejalan dengan visi Jateng sebagai lumbung pangan nasional 2026. Salah satu upaya strategisnya adalah konservasi daerah tangkapan air dan menjaga lingkungan pegunungan dari eksploitasi berlebih.

Menurut Luthfi, bila kawasan Gunung Slamet mendapat status taman nasional, maka perlindungan terhadap sumber daya alamnya bisa lebih maksimal. “Suratnya sudah dilayangkan ke KLHK, sekarang tinggal menunggu hasilnya,” ucapnya.

Wilayah yang diajukan meliputi lima kabupaten di kaki Gunung Slamet, yaitu Brebes, Tegal, Pemalang, Purbalingga, dan Banyumas. Kepala DLHK Jawa Tengah, Widi Hartanto, menambahkan bahwa kajian teknis dan lingkungan sudah dilakukan secara menyeluruh.

Namun, usulan ini tidak lepas dari pro dan kontra. Di satu sisi, status taman nasional akan memberikan perlindungan hukum terhadap kawasan hutan dan keanekaragaman hayati, termasuk menjaga kelestarian satwa endemik dan mencegah deforestasi liar.

Selain itu, masyarakat sekitar bisa menikmati manfaat jangka panjang dari konservasi air, udara bersih, dan pariwisata berkelanjutan.

Di sisi lain, ada kekhawatiran dari sebagian masyarakat mengenai pembatasan akses lahan garapan serta potensi konflik kepentingan antara konservasi dan kegiatan ekonomi lokal.

Oleh karena itu, pendekatan partisipatif dengan melibatkan komunitas lokal dan pegiat alam sangat dibutuhkan dalam proses transisi ini. Menariknya, dukungan juga datang dari komunitas pecinta alam yang mengusulkan agar kawasan “Sisik Naga”—konektivitas ekologis antara Gunung Prau dan Gunung Slamet—dihidupkan kembali sebagai koridor hutan alam.

Transformasi Gunung Slamet menjadi taman nasional bisa menjadi langkah besar bagi Jateng dalam menjaga warisan ekologis sekaligus menata arah pembangunan berkelanjutan

Viva, Banyumas - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengusulkan agar Gunung Slamet ditetapkan sebagai Taman Nasional kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian kawasan pegunungan yang memiliki nilai ekologis tinggi.

Pengajuan status tersebut tidak hanya berfokus pada konservasi lingkungan, tetapi juga menyasar aspek penting lainnya, yaitu menjaga ketersediaan air tanah di wilayah tengah Jawa. Gunung Slamet dianggap sebagai salah satu sumber air utama yang mendukung kehidupan pertanian dan masyarakat sekitarnya.

Dengan menjadikan Gunung Slamet sebagai Taman Nasional, pemerintah berharap pengelolaan lingkungan di area tersebut menjadi lebih optimal. Selain itu, status ini juga diyakini dapat memperkuat ketahanan sumber daya alam, mengurangi risiko bencana, dan mendukung program pembangunan berkelanjutan di Jawa Tengah.

Dilansir dari akun Instagram Infopurbalingga.id, Pengajuan tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi saat Musrenbangwil Eks Karesidenan Pekalongan, Kamis (24/4/2025).

Dalam pernyataannya, Luthfi menekankan bahwa penetapan taman nasional sejalan dengan visi Jateng sebagai lumbung pangan nasional 2026. Salah satu upaya strategisnya adalah konservasi daerah tangkapan air dan menjaga lingkungan pegunungan dari eksploitasi berlebih.

Menurut Luthfi, bila kawasan Gunung Slamet mendapat status taman nasional, maka perlindungan terhadap sumber daya alamnya bisa lebih maksimal. “Suratnya sudah dilayangkan ke KLHK, sekarang tinggal menunggu hasilnya,” ucapnya.

Wilayah yang diajukan meliputi lima kabupaten di kaki Gunung Slamet, yaitu Brebes, Tegal, Pemalang, Purbalingga, dan Banyumas. Kepala DLHK Jawa Tengah, Widi Hartanto, menambahkan bahwa kajian teknis dan lingkungan sudah dilakukan secara menyeluruh.

Namun, usulan ini tidak lepas dari pro dan kontra. Di satu sisi, status taman nasional akan memberikan perlindungan hukum terhadap kawasan hutan dan keanekaragaman hayati, termasuk menjaga kelestarian satwa endemik dan mencegah deforestasi liar.

Selain itu, masyarakat sekitar bisa menikmati manfaat jangka panjang dari konservasi air, udara bersih, dan pariwisata berkelanjutan.

Di sisi lain, ada kekhawatiran dari sebagian masyarakat mengenai pembatasan akses lahan garapan serta potensi konflik kepentingan antara konservasi dan kegiatan ekonomi lokal.

Oleh karena itu, pendekatan partisipatif dengan melibatkan komunitas lokal dan pegiat alam sangat dibutuhkan dalam proses transisi ini. Menariknya, dukungan juga datang dari komunitas pecinta alam yang mengusulkan agar kawasan “Sisik Naga”—konektivitas ekologis antara Gunung Prau dan Gunung Slamet—dihidupkan kembali sebagai koridor hutan alam.

Transformasi Gunung Slamet menjadi taman nasional bisa menjadi langkah besar bagi Jateng dalam menjaga warisan ekologis sekaligus menata arah pembangunan berkelanjutan