Terungkap! Gadis 13 Tahun di Sragen Hamil, Ayah Tiri Jadi Tersangka Utama
- instagram @polressragen
Viva, Banyumas - Sebuah kejadian memilukan mengguncang warga Desa Ngepringan, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen. Seorang anak perempuan berusia 13 tahun, yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, diketahui sedang mengandung tujuh bulan.
Fakta ini pertama kali diketahui ketika sang ibu membawa putrinya ke Puskesmas Jenar karena sering mengeluh sakit perut yang tak biasa. Pemeriksaan medis di puskesmas menunjukkan bahwa anak tersebut sedang hamil tua.
Tak hanya mengejutkan keluarga, berita ini juga segera menyebar dan mengguncang masyarakat sekitar. Kehamilan seorang anak yang belum cukup umur tentu menimbulkan pertanyaan besar—siapa pelakunya?
Pihak Puskesmas Jenar segera bertindak sesuai prosedur dengan melaporkan kasus ini kepada tokoh masyarakat setempat. Dari sana, informasi diteruskan ke Dinas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sragen. Instansi ini langsung mengambil tindakan cepat dengan melakukan investigasi awal dan mendampingi korban secara psikologis dan hukum.
Setelah mendapatkan laporan, P2TP2A langsung berkoordinasi dengan pihak Polres Sragen untuk penanganan lebih lanjut. Langkah kolaboratif yang cepat ini membuahkan hasil, karena dalam waktu kurang dari dua minggu, pelaku berhasil diamankan.
Pada Jumat, 20 Juni 2025, Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Sragen mengamankan seorang pria berinisial AT (38), yang merupakan ayah tiri dari korban. Penangkapan dilakukan setelah penyelidikan intensif yang melibatkan pemeriksaan lokasi kejadian, pengumpulan bukti, dan wawancara dengan sejumlah saksi termasuk korban dan ibu kandungnya.
Dalam proses interogasi, pelaku akhirnya mengakui perbuatannya. Kejadian memilukan itu terjadi pada tanggal 5 November 2024, sekitar pukul 14.00 WIB, di rumah pelaku sendiri. Dengan modus bujuk rayu dan tipu daya, AT melakukan perbuatan tak senonoh terhadap anak tirinya.
Dilansir dari laman Instagram Polres Sragen, Polisi mengamankan sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan kejadian. Dari korban, disita satu potong kaos lengan pendek warna hitam, satu miniset warna putih, satu celana dalam hitam, dan satu celana pendek bermotif garis warna-warni.
Dari pelaku, polisi menyita satu kaos lengan panjang biru, satu celana pendek cokelat, dan satu celana dalam merah. Barang-barang ini akan dijadikan bukti dalam proses persidangan, untuk mendukung dakwaan terhadap pelaku.
Pemeriksaan forensik turut dilakukan guna memastikan keterkaitan antara pelaku dan peristiwa tersebut. Korban mengalami tekanan psikis berat akibat kejadian ini. Usianya yang masih sangat muda membuat kondisi kehamilan tidak hanya berisiko secara fisik, tetapi juga membawa dampak jangka panjang bagi kesehatan mentalnya.
P2TP2A terus memberikan pendampingan medis dan psikologis secara intensif. Korban juga mengalami trauma berat yang memerlukan penanganan oleh psikolog anak profesional.
Dalam pemeriksaan lanjutan, diketahui bahwa korban tidak sepenuhnya memahami apa yang telah terjadi, yang mengindikasikan adanya unsur manipulasi dan kekerasan dalam tindakan pelaku. Keluarga korban, terutama ibunya, sangat terpukul. Ia tidak menyangka orang yang dianggap pelindung justru menjadi pelaku utama. Warga Desa Ngepringan pun terkejut dan mengutuk keras tindakan AT.
Banyak pihak mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai undang-undang yang berlaku. Kasus ini menjadi bahan pembicaraan luas di Sragen dan sekitarnya, serta memicu seruan dari aktivis perlindungan anak agar kasus-kasus serupa ditangani dengan serius dan cepat oleh aparat penegak hukum.
Pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) jo 76E Undang-Undang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 82 ayat (2) jo 76E Undang-Undang yang sama, serta Pasal 64 ayat (1) KUHPidana tentang perbuatan berulang terhadap anak di bawah umur. Ancaman hukumannya sangat berat, yakni hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga miliaran rupiah.
Kapolres Sragen, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, menegaskan bahwa Polres Sragen tidak akan memberi ruang bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Polisi akan terus memproses kasus ini hingga tuntas dan memberikan keadilan bagi korban
Viva, Banyumas - Sebuah kejadian memilukan mengguncang warga Desa Ngepringan, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen. Seorang anak perempuan berusia 13 tahun, yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, diketahui sedang mengandung tujuh bulan.
Fakta ini pertama kali diketahui ketika sang ibu membawa putrinya ke Puskesmas Jenar karena sering mengeluh sakit perut yang tak biasa. Pemeriksaan medis di puskesmas menunjukkan bahwa anak tersebut sedang hamil tua.
Tak hanya mengejutkan keluarga, berita ini juga segera menyebar dan mengguncang masyarakat sekitar. Kehamilan seorang anak yang belum cukup umur tentu menimbulkan pertanyaan besar—siapa pelakunya?
Pihak Puskesmas Jenar segera bertindak sesuai prosedur dengan melaporkan kasus ini kepada tokoh masyarakat setempat. Dari sana, informasi diteruskan ke Dinas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sragen. Instansi ini langsung mengambil tindakan cepat dengan melakukan investigasi awal dan mendampingi korban secara psikologis dan hukum.
Setelah mendapatkan laporan, P2TP2A langsung berkoordinasi dengan pihak Polres Sragen untuk penanganan lebih lanjut. Langkah kolaboratif yang cepat ini membuahkan hasil, karena dalam waktu kurang dari dua minggu, pelaku berhasil diamankan.
Pada Jumat, 20 Juni 2025, Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Sragen mengamankan seorang pria berinisial AT (38), yang merupakan ayah tiri dari korban. Penangkapan dilakukan setelah penyelidikan intensif yang melibatkan pemeriksaan lokasi kejadian, pengumpulan bukti, dan wawancara dengan sejumlah saksi termasuk korban dan ibu kandungnya.
Dalam proses interogasi, pelaku akhirnya mengakui perbuatannya. Kejadian memilukan itu terjadi pada tanggal 5 November 2024, sekitar pukul 14.00 WIB, di rumah pelaku sendiri. Dengan modus bujuk rayu dan tipu daya, AT melakukan perbuatan tak senonoh terhadap anak tirinya.
Dilansir dari laman Instagram Polres Sragen, Polisi mengamankan sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan kejadian. Dari korban, disita satu potong kaos lengan pendek warna hitam, satu miniset warna putih, satu celana dalam hitam, dan satu celana pendek bermotif garis warna-warni.
Dari pelaku, polisi menyita satu kaos lengan panjang biru, satu celana pendek cokelat, dan satu celana dalam merah. Barang-barang ini akan dijadikan bukti dalam proses persidangan, untuk mendukung dakwaan terhadap pelaku.
Pemeriksaan forensik turut dilakukan guna memastikan keterkaitan antara pelaku dan peristiwa tersebut. Korban mengalami tekanan psikis berat akibat kejadian ini. Usianya yang masih sangat muda membuat kondisi kehamilan tidak hanya berisiko secara fisik, tetapi juga membawa dampak jangka panjang bagi kesehatan mentalnya.
P2TP2A terus memberikan pendampingan medis dan psikologis secara intensif. Korban juga mengalami trauma berat yang memerlukan penanganan oleh psikolog anak profesional.
Dalam pemeriksaan lanjutan, diketahui bahwa korban tidak sepenuhnya memahami apa yang telah terjadi, yang mengindikasikan adanya unsur manipulasi dan kekerasan dalam tindakan pelaku. Keluarga korban, terutama ibunya, sangat terpukul. Ia tidak menyangka orang yang dianggap pelindung justru menjadi pelaku utama. Warga Desa Ngepringan pun terkejut dan mengutuk keras tindakan AT.
Banyak pihak mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai undang-undang yang berlaku. Kasus ini menjadi bahan pembicaraan luas di Sragen dan sekitarnya, serta memicu seruan dari aktivis perlindungan anak agar kasus-kasus serupa ditangani dengan serius dan cepat oleh aparat penegak hukum.
Pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) jo 76E Undang-Undang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 82 ayat (2) jo 76E Undang-Undang yang sama, serta Pasal 64 ayat (1) KUHPidana tentang perbuatan berulang terhadap anak di bawah umur. Ancaman hukumannya sangat berat, yakni hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga miliaran rupiah.
Kapolres Sragen, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, menegaskan bahwa Polres Sragen tidak akan memberi ruang bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Polisi akan terus memproses kasus ini hingga tuntas dan memberikan keadilan bagi korban