Bukan Hak Aceh? Yusril Tegaskan Batas Wilayah 1956 Tak Bahas 4 Pulau

Yusril tegaskan batas wilayah pulau tak diatur UU 1956
Sumber :
  • instagram @yusrilihzamhd

Viva, Banyumas - Sengketa soal kepemilikan 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara terus menjadi sorotan. Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa batas wilayah 1956 yang tertuang dalam Undang-undang Pembentukan Provinsi Aceh tak bahas secara spesifik mengenai pulau-pulau yang diperebutkan.

Hal ini membantah klaim bahwa Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang otomatis masuk ke wilayah Aceh berdasarkan perjanjian terdahulu. Menurut Yusril, narasi yang menyebut Perjanjian Helsinki 2005 sebagai acuan untuk menyatakan 4 pulau itu milik Aceh kurang tepat karena isi perjanjian maupun batas wilayah 1956 memang tak bahas secara eksplisit batas geografis detail seperti pulau-pulau kecil.

Ia menegaskan bahwa batas wilayah administratif justru menjadi isu serius baru pascareformasi, seiring dengan pemekaran provinsi dan kabupaten di Indonesia. Meski isu ini menyangkut sentimen lokal, Yusril berharap agar masyarakat Aceh dan Sumatera Utara bisa menahan diri.

Pemerintah pusat, katanya, akan menempuh langkah dialogis dan konstitusional untuk memastikan penyelesaian adil terkait status 4 pulau tersebut. Dalam konteks hukum, batas wilayah 1956 tak bahas pulau secara rinci, sehingga diperlukan pendekatan teknis dan administratif lebih lanjut.

Dilansir dari laman Instagram @voktis.id, Yusril menyebutkan, berdasarkan telaah hukum yang dilakukan, baik UU 1956 maupun Perjanjian Helsinki tidak menyebutkan secara eksplisit batas wilayah yang mencakup empat pulau tersebut.

Dalam keterangannya di Depok, Minggu (15/6), Yusril menyatakan bahwa tapal batas wilayah baru muncul sebagai isu pascareformasi seiring pemekaran wilayah administratif provinsi, kabupaten, dan kota.

Menurutnya, konflik serupa memang pernah terjadi di wilayah lain dan sebagian besar dapat diselesaikan secara damai dan konstitusional.