Dokumen Kejelasan Asal Impor Tak Dipenuhi Pertamina, BP AKR Urung Sepakat Beli Base Fuel Pertamina

SPBU BP-AKR urung beli base fuel Pertamina
Sumber :
  • instagram @pertamina

BP-AKR batal beli base fuel Pertamina karena dokumen COO belum ada. Kandungan etanol 3,5% dan faktor teknis juga jadi alasan pembatalan kesepakatan

Viva, Banyumas - PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), operator SPBU dengan merek dagang BP, mengungkapkan alasan belum mencapai kesepakatan dalam pembelian base fuel dari PT Pertamina (Persero).

Salah satu faktor utama adalah belum terpenuhinya dokumen penting berupa certificate of origin (COO).

Dokumen ini diperlukan untuk memastikan kejelasan asal impor BBM sehingga tidak melanggar aturan maupun sanksi internasional.

Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, menegaskan bahwa COO menjadi syarat krusial dalam proses negosiasi.

Selain itu, BP-AKR juga menekankan pentingnya kesesuaian spesifikasi produk dengan standar teknis yang berlaku, serta aspek komersialisasi yang harus saling menguntungkan.

Dikutip dari akun Instagram @nowdots, Vanda menjelaskan BP AKR sangat berhati-hati dalam memastikan produk yang masuk sesuai regulasi internasional dan nasional.

Tak hanya BP-AKR, operator SPBU lain seperti Vivo juga sempat berminat membeli sekitar 40.000 barel base fuel impor Pertamina. Namun, rencana tersebut akhirnya dibatalkan.

Pertamina Patra Niaga mengonfirmasi bahwa dua operator swasta ini mundur karena faktor teknis, terutama terkait kandungan etanol 3,5% dalam base fuel.

Menurut regulasi di Indonesia, ambang batas kandungan etanol dalam bahan bakar bisa mencapai 20%.

Artinya, kandungan etanol 3,5% masih dalam batas wajar. Namun, dari sisi operasional, kedua SPBU swasta merasa belum bisa memenuhi standar distribusi dengan produk tersebut.

Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa pembatalan ini murni karena perbedaan pandangan teknis dan kebutuhan masing-masing operator.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Dirjen Migas, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa impor tahap kedua base fuel Pertamina tetap berjalan.

Pasokan tambahan tersebut dijadwalkan tiba di Indonesia pada Kamis, 2 Oktober 2025, untuk mendukung kebutuhan SPBU swasta yang memang membutuhkan suplai.

Situasi ini menunjukkan bahwa proses distribusi dan kerja sama dalam industri energi tidak hanya bergantung pada ketersediaan pasokan, tetapi juga pada kelengkapan dokumen hukum, kesesuaian teknis, hingga kepentingan komersial.

Langkah BP-AKR menunda kesepakatan pembelian dianggap sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjaga kredibilitas bisnis, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi internasional.

Dengan dinamika ini, Pertamina dihadapkan pada tantangan baru untuk menyesuaikan produk impor sesuai kebutuhan mitra swasta.

Di sisi lain, BP-AKR dan operator lain masih membuka peluang kerja sama jika syarat-syarat yang diajukan dapat dipenuhi di masa mendatang

BP-AKR batal beli base fuel Pertamina karena dokumen COO belum ada. Kandungan etanol 3,5% dan faktor teknis juga jadi alasan pembatalan kesepakatan

Viva, Banyumas - PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), operator SPBU dengan merek dagang BP, mengungkapkan alasan belum mencapai kesepakatan dalam pembelian base fuel dari PT Pertamina (Persero).

Salah satu faktor utama adalah belum terpenuhinya dokumen penting berupa certificate of origin (COO).

Dokumen ini diperlukan untuk memastikan kejelasan asal impor BBM sehingga tidak melanggar aturan maupun sanksi internasional.

Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, menegaskan bahwa COO menjadi syarat krusial dalam proses negosiasi.

Selain itu, BP-AKR juga menekankan pentingnya kesesuaian spesifikasi produk dengan standar teknis yang berlaku, serta aspek komersialisasi yang harus saling menguntungkan.

Dikutip dari akun Instagram @nowdots, Vanda menjelaskan BP AKR sangat berhati-hati dalam memastikan produk yang masuk sesuai regulasi internasional dan nasional.

Tak hanya BP-AKR, operator SPBU lain seperti Vivo juga sempat berminat membeli sekitar 40.000 barel base fuel impor Pertamina. Namun, rencana tersebut akhirnya dibatalkan.

Pertamina Patra Niaga mengonfirmasi bahwa dua operator swasta ini mundur karena faktor teknis, terutama terkait kandungan etanol 3,5% dalam base fuel.

Menurut regulasi di Indonesia, ambang batas kandungan etanol dalam bahan bakar bisa mencapai 20%.

Artinya, kandungan etanol 3,5% masih dalam batas wajar. Namun, dari sisi operasional, kedua SPBU swasta merasa belum bisa memenuhi standar distribusi dengan produk tersebut.

Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa pembatalan ini murni karena perbedaan pandangan teknis dan kebutuhan masing-masing operator.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Dirjen Migas, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa impor tahap kedua base fuel Pertamina tetap berjalan.

Pasokan tambahan tersebut dijadwalkan tiba di Indonesia pada Kamis, 2 Oktober 2025, untuk mendukung kebutuhan SPBU swasta yang memang membutuhkan suplai.

Situasi ini menunjukkan bahwa proses distribusi dan kerja sama dalam industri energi tidak hanya bergantung pada ketersediaan pasokan, tetapi juga pada kelengkapan dokumen hukum, kesesuaian teknis, hingga kepentingan komersial.

Langkah BP-AKR menunda kesepakatan pembelian dianggap sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjaga kredibilitas bisnis, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi internasional.

Dengan dinamika ini, Pertamina dihadapkan pada tantangan baru untuk menyesuaikan produk impor sesuai kebutuhan mitra swasta.

Di sisi lain, BP-AKR dan operator lain masih membuka peluang kerja sama jika syarat-syarat yang diajukan dapat dipenuhi di masa mendatang