Pengurusan KTP dan KK di Punggelan Banjarnegara Diduga Dipungli, Warga Resah Diminta Biaya Tambahan

Warga urus dokumen kependudukan gratis
Sumber :
  • instagram @disdukcapilwonosobo

Dugaan pungli pengurusan KTP dan KK di Punggelan Banjarnegara membuat warga resah. Padahal, UU Adminduk menegaskan semua dokumen kependudukan gratis tanpa pungutan biaya

Demo di Purbalingga: Aliansi Warga Layangkan 6 Tuntutan, Bupati Fahmi Temui Massa

Viva, Banyumas - Praktik dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengurusan dokumen kependudukan kembali menjadi sorotan. Kali ini, laporan datang dari salah satu desa di Kecamatan Punggelan Banjarnegara, yang menyebut adanya biaya tambahan tidak resmi ketika warga mengurus KTP, KK, maupun dokumen kependudukan lainnya.

Dikutip dari akun Instagram @infoseputarbanjarnegara, Sejumlah warga mengaku merasa tertekan karena harus mengeluarkan uang agar berkas mereka bisa segera diproses. Padahal, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, layanan seperti KTP-el, KK, akta kelahiran, dan dokumen dasar lainnya tidak dipungut biaya alias gratis.

Meriah! Gelaran Fun Bike dan Senam Sehat Memperingati HUT Ke-80 TNI di Banjarnegara

Fenomena dugaan pungli ini jelas menyalahi aturan dan merugikan masyarakat. Banyak warga desa yang akhirnya pasrah karena khawatir dokumen pentingnya tidak segera selesai jika tidak memberikan “uang pelicin”.

Kondisi ini menimbulkan keresahan karena dokumen kependudukan merupakan syarat vital untuk mendapatkan akses layanan publik, pendidikan, hingga kesehatan. Seharusnya, pelayanan administrasi kependudukan dijalankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan bebas pungli. Jika benar ada oknum aparat yang memanfaatkan posisi untuk keuntungan pribadi, maka tindakan tegas perlu segera dilakukan.

Perayaan Pekan Tuli di Banjarnegara, Sekda Indarto: Hak Sama untuk Layanan Publik dan Ruang Partisipasi

Dugaan pungli ini juga berdampak buruk pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah. Alih-alih merasa terbantu, warga justru terbebani biaya tambahan. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sulit, pungutan liar sekecil apa pun bisa menjadi tekanan besar bagi masyarakat kecil. Untuk mencegah kasus serupa berulang, masyarakat perlu berani melapor ke pihak berwenang jika menemukan praktik pungli.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri juga memiliki kanal pengaduan resmi yang bisa dimanfaatkan warga.

Selain itu, aparat pengawas internal dan aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti laporan dengan cepat dan transparan.

Desa-desa di Punggelan dan wilayah lain di Indonesia seharusnya menjadi garda depan pelayanan publik yang bersih.

Dengan pengelolaan yang transparan, warga bisa mendapatkan dokumen kependudukan secara cepat, mudah, dan benar-benar gratis sesuai aturan undang-undang.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa pelayanan publik harus berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan keuntungan pribadi. Jika pungli dibiarkan, dampaknya akan merusak tata kelola pemerintahan desa sekaligus memperburuk citra pelayanan publik di mata rakyat