Terungkap! Ratusan Santri Ponpes Al Madinan Keracunan di Banjarnegara Bukan karena Program MBG

Ilustrasi Santri dirawat usai alami keracunan massal
Sumber :
  • Pexel @Tima Miroshnichenko

Dinkes Banjarnegara pastikan keracunan massal santri MBS Pingit bukan dari Program MBG, melainkan dari dapur pondok. Kondisi pasien kini berangsur membaik

Warisan Rasa Hadirkan Hiburan Rakyat, Denny Caknan Tampil Memukau di Banjarnegara

Viva, Banyumas - Kasus keracunan massal yang menimpa ratusan santri Pondok Pesantren Modern Al Madina MBS Pingit, Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, akhirnya menemukan titik terang.

Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, Dinas Kesehatan (DKK) Banjarnegara memastikan bahwa sumber keracunan tidak berasal dari makanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintah, melainkan dari dapur pondok pesantren itu sendiri.

Heboh Surat MTsN 2 Brebes: Orang Tua Diminta Tak Tuntut Jika Anak Keracunan MBG, Ini Penjelasan Kemenag

Kepastian tersebut disampaikan langsung oleh Kepala DKK Banjarnegara, dr. Latifa Hesti, pada Rabu (17/9/2025). Ia menegaskan, Bukan dari program MBG melainkan dari dapur pondok atau masak sendiri.

Pernyataan ini sekaligus meluruskan spekulasi yang sempat berkembang di masyarakat mengenai keterlibatan program MBG dalam kasus ini. Menurut dr. Hesti, hingga Selasa malam (16/9), masih ada dua santri yang kembali datang ke Puskesmas Rakit 1 karena kondisi mereka belum membaik.

Ambyar! Ribuan Penonton Padati Alun-alun Banjarnegara dalam konser Warisan Rasa Denny Caknan

Sebelumnya, mereka sempat menjalani rawat jalan namun kemudian harus dirawat inap. Meski demikian, mayoritas pasien kini menunjukkan perkembangan positif. Dilansir dari akun Instagram @infoseputarbanjarnegara, Dr Hesti mengtakan Total sudah 34 santri dipulangkan dari rawat inap. Tinggal dua santri yang masih dirawat karena datang semalami.

Kondisi tersebut menunjukkan tren pemulihan yang menggembirakan meski kasus ini sempat membuat panik pihak pondok dan wali santri. Program MBG sendiri merupakan program unggulan pemerintah yang bertujuan meningkatkan gizi para santri dan pelajar.

Oleh karena itu, klarifikasi resmi dari Dinas Kesehatan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap program ini. Jika kasus keracunan dibiarkan tanpa penjelasan, dikhawatirkan dapat menimbulkan opini negatif terhadap kebijakan pemerintah yang sejatinya bertujuan baik.

Di sisi lain, kasus keracunan ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan dapur pondok pesantren. Faktor kebersihan, penyimpanan bahan makanan, hingga proses pengolahan harus diperhatikan secara ketat.

Dinas Kesehatan pun menyarankan pihak pesantren agar lebih meningkatkan standar higienitas dapur demi mencegah kejadian serupa terulang di kemudian hari. Para wali santri yang sempat cemas kini bisa sedikit lega, mengingat kondisi anak-anak mereka perlahan membaik.

Namun, evaluasi tetap diperlukan agar kejadian keracunan massal tidak lagi terjadi di lembaga pendidikan berbasis pesantren yang menampung banyak santri sekaligus.

Kasus ini sekaligus menjadi pelajaran bahwa isu kesehatan publik harus ditangani dengan cepat, transparan, dan akurat. Klarifikasi dari pihak berwenang dapat meminimalisasi kesalahpahaman sekaligus menjaga nama baik program pemerintah yang sedang berjalan