Gerakan One Piece di Nepal: Simbol Perlawanan Generasi Muda yang Kecewa pada Pemerintahan Korup
- Pixabay
VIVA, Banyumas – Di tengah gelombang protes besar-besaran yang melanda Nepal, muncul sebuah fenomena unik: simbol dan semangat dari kisah One Piece kini ikut mewarnai aksi-aksi di jalanan. Generasi muda membawa bendera bajak laut Topi Jerami, meneriakkan yel-yel kebebasan, bahkan menggambar mural Luffy sebagai tanda perlawanan terhadap penindasan.
Bagi banyak anak muda Nepal, One Piece bukan sekadar cerita fantasi dari Jepang. Ia telah menjadi simbol perjuangan untuk melawan ketidakadilan, korupsi, dan pembatasan kebebasan. Sama seperti kru Topi Jerami yang berlayar menantang penguasa lalim di lautan, rakyat Nepal pun merasa perlu berlayar bersama menuju perubahan.
Kekecewaan yang Menumpuk
Pemerintah yang semestinya mengayomi justru dianggap mengekang. Mulai dari kebijakan pemblokiran media sosial, korupsi yang merajalela, hingga penanganan represif terhadap demonstrasi, semua itu menimbulkan luka mendalam. Banyak anak muda merasa masa depan mereka dirampas. Dalam situasi ini, One Piece hadir sebagai bahasa perlawanan: ringan, imajinatif, tapi penuh makna.
“Kalau Luffy bisa menantang para tiran di lautan, kenapa kita harus diam menghadapi tirani di tanah kita sendiri?” begitu komentar salah satu demonstran di Kathmandu.
One Piece sebagai Simbol Perlawanan
Bendera dengan tengkorak ber-topi jerami terlihat dikibarkan di beberapa titik protes. Poster bertuliskan “We Want Freedom, Not Censorship” berdampingan dengan gambar Luffy tersenyum menantang. Gerakan ini seolah menjadi penegasan: rakyat Nepal ingin merdeka, ingin hidup adil, tanpa ditindas oleh sistem yang korup.