Rahasia di Balik Sertifikat Eks PIR Teh Jateng: Dari Utang Menahun Jadi Hak Milik Setelah 40 Tahun Penantian

Petani Jateng lega terima sertifikat tanah
Sumber :
  • pemprov jateng

Viva, Banyumas - Program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Lokal Teh Jawa Tengah yang dimulai pada 1984/1985 semula dirancang untuk menghadirkan sinergi antara perusahaan inti dan petani plasma. Dalam program ini, PT Pagilaran ditunjuk sebagai perusahaan inti, sedangkan petani di Batang, Pekalongan, dan Banjarnegara menjadi plasma.

4 Weton Perlu Berhati-hati Sebelum Masuk 40 Tahun, Ada Apa?

Skema awalnya terlihat menjanjikan. Perusahaan inti menyediakan bibit, lahan, dan pendampingan, sementara petani plasma mengelola lahan yang biayanya berasal dari pinjaman bank atau pembiayaan pemerintah.

Hasil panen wajib dijual ke perusahaan inti agar cicilan kredit bisa terbayar. Jika lunas, petani dijanjikan sertifikat hak milik atas lahannya. Namun, kenyataan di lapangan tidak semulus rencana. Kualitas bibit yang kurang optimal, alih fungsi lahan, serta kendala teknis membuat hasil perkebunan tidak maksimal.

2 Media Asing Soroti Rencana Indonesia Beli Kapal Induk Italia Giusepe Berusia 40 Tahun

Akibatnya, banyak petani gagal membayar pinjaman, dan kredit macet pun menumpuk hingga puluhan tahun. Situasi tersebut berubah ketika pemerintah pusat mengambil langkah berani: menghapus piutang negara para petani eks PIR Teh Jawa Tengah.

Dilansir dari Pemprov Jateng, Dengan penghapusan utang ini, pintu baru terbuka bagi petani untuk mendapatkan sertifikat tanah mereka. Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, secara simbolis menyerahkan sertifikat kepada ratusan petani di Pendapa Kabupaten Batang.

5 Weton Wanita Tangguh yang Diramal Sukses Besar di Usia 40 Tahun!

Dari total 1.065 sertifikat yang tercatat di Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng, sebanyak 806 sertifikat kini resmi diserahkan. Rinciannya, 129 sertifikat di Kabupaten Batang, 65 sertifikat di Pekalongan, dan 511 sertifikat di Banjarnegara. Sisanya masih diarsipkan dan dapat diambil sesuai prosedur.

Luthfi mengingatkan, sertifikat ini bukan sekadar dokumen kepemilikan, tetapi juga peluang untuk meningkatkan kesejahteraan. Petani boleh menggunakan sertifikat sebagai agunan, namun harus untuk usaha produktif, bukan konsumtif. Pesan ini penting agar sertifikat benar-benar membawa manfaat jangka panjang.

Bagi para petani, momen ini menjadi akhir dari penantian panjang. Sukawit, petani asal Kecamatan Bawang, mengaku lega setelah puluhan tahun hidup dalam bayang-bayang kredit macet. Ia berterima kasih kepada pemerintah yang akhirnya memberikan solusi nyata atas persoalan menahun.

Rahasia di balik sertifikat eks PIR Teh Jateng ini adalah perjuangan panjang petani menghadapi dinamika kebijakan, kredit macet, hingga akhirnya pembebasan utang. Kini, tanah yang mereka garap resmi menjadi hak milik, sekaligus modal berharga untuk masa depan yang lebih sejahtera