Akses Terputus, Warga Enggano Buang Hasil Panen ke Laut, Rugi Rp5 Miliar Per Bulan

Ilustrasi Warga Enggano buang hasil panen karena tak bisa dijual
Sumber :
  • pexel @Ingo Joseph

Viva,Banyumas - Pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai sejak Maret 2025 menyebabkan akses terputus ke Pulau Enggano, Bengkulu. Warga Enggano yang selama ini bergantung pada jalur laut untuk pengiriman bahan pokok, BBM, dan hasil pertanian terpaksa menghadapi krisis logistik yang berkepanjangan. Akibat tidak adanya kapal yang bisa berlabuh, distribusi barang lumpuh dan membuat perekonomian lokal kian terpuruk.

Staf Pribadi Presiden Prabowo, Kani Dwi Tertipu Cinta Online Rugi Rp48 Juta, Kok Bisa?

Di tengah kondisi akses terputus tersebut, sebagian warga Enggano tak punya pilihan lain selain membuang hasil panen mereka ke laut. Pisang, ikan, dan emping yang biasanya dikirim ke Bengkulu atau daerah lain akhirnya membusuk karena tak dapat disalurkan. Para petani dan nelayan lokal pun mencatat kerugian hingga Rp5 miliar per bulan, menjadikan krisis ini sebagai pukulan telak terhadap mata pencaharian utama masyarakat.

Melihat dampak ekonomi yang luar biasa, masyarakat kini semakin mendesak pemerintah dan Pelindo untuk segera melakukan pengerukan pelabuhan secara profesional.

Geger! Mahasiswa UMP Purwokerto Tenggelam di Kedung Kawasan Hutan Kalipagu, Baturraden

Mereka menuntut solusi konkret atas akses terputus yang mengisolasi ribuan warga Enggano. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hanya mereka akan terus buang hasil panen sia-sia, tetapi juga kehilangan potensi ekonomi yang bisa menyelamatkan daerah dari kerugian Rp5 miliar per bulan yang kini membayangi.

Dikutip dari informasi yanng diunggah di akun Instagram @faktafakta, Kondisi ini berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, terutama petani dan nelayan. Pisang, emping, dan ikan hasil panen tidak dapat dijual ke daratan Bengkulu maupun kota lainnya.

9 Rekomendasi Nasi Goreng Seafood di Cilacap: Jangan Ngaku Pecinta Seafood Kalau Belum Coba!

Ironisnya, karena tak adanya akses transportasi yang memadai, banyak warga terpaksa membuang hasil panen mereka ke laut. Warga adat dan kelompok tani menyebut kerugian ekonomi mencapai sekitar Rp5 miliar per bulan.

Pendangkalan parah ini menandakan kegagalan tata kelola pelabuhan yang sejak lama tak mendapat perhatian serius. Masyarakat setempat sudah berulang kali melaporkan kondisi ini, namun hingga kini belum ada tindakan konkret dari pihak Pelindo maupun pemerintah daerah.

Kondisi memprihatinkan tersebut memicu aksi protes dan desakan dari warga. Mereka menuntut agar pengerukan alur pelabuhan segera dilakukan menggunakan alat berat yang sesuai standar teknis.

Selain itu, masyarakat juga meminta disediakan kapal alternatif agar pergerakan barang dan manusia tidak lagi terhambat. Mereka bahkan mengancam akan menggugat Pelindo secara hukum jika krisis ini terus dibiarkan.

Pemerintah Provinsi Bengkulu menyatakan sudah melakukan pertemuan dengan Pelindo di Jakarta dan meminta Kementerian Perhubungan untuk mengalihkan pengelolaan alur pelabuhan kepada instansi yang lebih responsif.

Warga Enggano kini menanti janji realisasi dan timeline kerja yang transparan agar mereka tidak terus hidup dalam keterisolasian.

Dengan kerugian ekonomi yang terus membengkak, Pulau Enggano membutuhkan solusi cepat dan konkret, bukan janji kosong. Jika tidak segera ditangani, krisis ini bisa berkembang menjadi bencana sosial dan kemanusiaan yang lebih besar