Mengejar Malaysia: Butuh Rp1,3 Kuadriliun untuk Kesehatan RI?
- instagram @bgsadikin
Viva, Banyumas - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa dalam upaya mengejar Malaysia sebagai tolok ukur layanan kesehatan, Kesehatan RI memerlukan tambahan anggaran besar. Ia menegaskan bahwa untuk menyamai standar tersebut, Indonesia butuh 1,3 kuadriliun rupiah lebih.
Dalam forum 2025 APAC Health and Life Sciences Summit, Menkes menyoroti pentingnya efisiensi dalam penggunaan anggaran besar tersebut. Untuk benar-benar bisa mengejar Malaysia, sektor kesehatan RI harus memanfaatkan dana yang butuh 1,3 kuadriliun rupiah dengan strategi yang tepat.
Budi Gunadi menekankan bahwa dana sebesar butuh 1,3 kuadriliun ini sangat krusial agar kesehatan RI mampu meningkatkan kualitas layanan dan akhirnya bisa berhasil mengejar Malaysia sebagai standar kesehatan di kawasan Asia Tenggara.
Jumlah tersebut hampir tiga kali lipat dari anggaran Kementerian Kesehatan saat ini, yang membuat banyak pihak mempertanyakan arah kebijakan pembiayaan sektor kesehatan nasional.
Menurut Menkes, tantangan terbesar bukan sekadar besarnya anggaran, melainkan bagaimana dana itu digunakan secara efisien dan tepat sasaran.
Dikutip dari laman Viva, Menkes Budi mengatakan Jika Indonesia hanya menambah anggaran tanpa memperbaiki efisiensi, sistem kesehatan Indonesia justru akan menjadi tidak berkelanjutan.
Ia menyoroti tren peningkatan pengeluaran kesehatan Indonesia yang kini bahkan telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Situasi ini, jika terus berlanjut, dapat mengancam stabilitas fiskal dan ketahanan sistem kesehatan nasional.
Budi menekankan bahwa efisiensi adalah kunci utama untuk mencegah sistem kesehatan dari potensi kejatuhan.
Ia mencontohkan bagaimana negara-negara seperti Malaysia mampu membangun sistem layanan kesehatan yang relatif lebih baik dengan penggunaan anggaran yang cermat, terintegrasi, dan berorientasi pada hasil.
Salah satu strategi yang ia usulkan adalah reformasi dalam manajemen fasilitas kesehatan, tata kelola pembiayaan, serta digitalisasi data layanan kesehatan.
Selain itu, ia juga menyebut pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk memperluas akses, memperbaiki mutu, dan menekan biaya.
Pernyataan Menkes ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah menyadari adanya kesenjangan besar antara aspirasi kualitas layanan kesehatan nasional dan realitas kapasitas anggaran saat ini.
Namun, mengejar standar negara tetangga seperti Malaysia tentu tidak bisa hanya mengandalkan suntikan dana jumbo.
Tanpa perencanaan yang matang, sistem kesehatan Indonesia bisa terjebak dalam siklus pemborosan anggaran tanpa hasil yang signifikan.
Oleh karena itu, tantangan sesungguhnya bukan hanya tentang seberapa besar anggaran yang tersedia, tetapi seberapa efisien dan tepat guna anggaran itu dikelola