17 Menit Rp204 Miliar Raib:Ini Peran 9 Tersangka Pembobolan Rekening Dormant Bank Dari Teller Hingga Konsultan Hukum

Polri beberkan kasus pembobolan Rekening Dormant Rp204 M
Sumber :
  • Divisi Humas Polri

Kasus pembobolan rekening dormant Rp204 miliar terungkap. Polri tetapkan 9 tersangka, mulai teller hingga konsultan hukum, yang terlibat dalam skema kriminal 17 menit

Viva, Banyumas - Kasus pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar milik pengusaha tanah berinisial S menjadi sorotan publik. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil mengungkap sindikat ini dengan menetapkan sembilan orang tersangka.

Dalam waktu hanya 17 menit, uang ratusan miliar berhasil dipindahkan ke sejumlah rekening penampungan. Dilansir dari Divisi Humas Polri, Polisi membagi para pelaku dalam tiga klaster utama.

Pertama, orang dalam bank, yang terdiri dari Andy Pribadi (Kepala Cabang Pembantu) dan Galih Rahadyan Hanarusumo (Consumer Relation Manager).

Kedua, kelompok eksekutor, yakni Candy alias Ken, Dana Rinaldy, Nida Ardiani Thaher, Raharjo, dan Tony Tjoa.

Ketiga, pelaku tindak pidana pencucian uang, yaitu Dwi Hartono dan Ipin Suryana.

Peran Masing-Masing Tersangka

  1. Andy Pribadi: memberi akses ke sistem core banking sehingga memungkinkan transaksi pemindahan dana tanpa kehadiran fisik nasabah.
  2. Galih Rahadyan Hanarusumo: menjadi penghubung antara jaringan sindikat dengan pihak cabang pembantu bank.
  3. Candy alias Ken: otak utama pemindahan dana, sekaligus tersangka kasus penculikan sadis pejabat bank di Cempaka Putih.
  4. Dana Rinaldy: konsultan hukum yang melindungi kelompok pelaku serta ikut merancang strategi eksekusi.
  5. Nida Ardiani Thaher: mantan teller bank yang melakukan akses ilegal ke sistem core banking dan memindahkan dana ke rekening penampungan.
  6. Raharjo: berperan sebagai mediator dan penerima aliran dana hasil kejahatan.
  7. Tony Tjoa: fasilitator keuangan ilegal yang mengelola aliran dana ke berbagai pihak.
  8. Dwi Hartono: membantu membuka blokir rekening dan memindahkan dana terblokir, juga terlibat dalam kasus penculikan.
  9. Ipin Suryana: menyiapkan rekening penampungan serta menerima aliran dana hasil pembobolan.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, antara lain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, UU ITE, UU Transfer Dana, serta UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ancaman hukuman maksimal mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp20 miliar. Kasus ini mengungkap betapa rentannya sistem perbankan jika orang dalam terlibat.

Publik mendesak agar pengawasan internal diperketat dan sistem keamanan digital perbankan diperbarui. Selain itu, keberadaan aktor hukum dan mediator dalam sindikat ini menegaskan bahwa kejahatan finansial sering melibatkan jaringan lintas profesi.

Dengan terungkapnya peran sembilan tersangka, diharapkan proses hukum berjalan transparan dan memberikan efek jera, serta meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional

Kasus pembobolan rekening dormant Rp204 miliar terungkap. Polri tetapkan 9 tersangka, mulai teller hingga konsultan hukum, yang terlibat dalam skema kriminal 17 menit

Viva, Banyumas - Kasus pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar milik pengusaha tanah berinisial S menjadi sorotan publik. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil mengungkap sindikat ini dengan menetapkan sembilan orang tersangka.

Dalam waktu hanya 17 menit, uang ratusan miliar berhasil dipindahkan ke sejumlah rekening penampungan. Dilansir dari Divisi Humas Polri, Polisi membagi para pelaku dalam tiga klaster utama.

Pertama, orang dalam bank, yang terdiri dari Andy Pribadi (Kepala Cabang Pembantu) dan Galih Rahadyan Hanarusumo (Consumer Relation Manager).

Kedua, kelompok eksekutor, yakni Candy alias Ken, Dana Rinaldy, Nida Ardiani Thaher, Raharjo, dan Tony Tjoa.

Ketiga, pelaku tindak pidana pencucian uang, yaitu Dwi Hartono dan Ipin Suryana.

Peran Masing-Masing Tersangka

  1. Andy Pribadi: memberi akses ke sistem core banking sehingga memungkinkan transaksi pemindahan dana tanpa kehadiran fisik nasabah.
  2. Galih Rahadyan Hanarusumo: menjadi penghubung antara jaringan sindikat dengan pihak cabang pembantu bank.
  3. Candy alias Ken: otak utama pemindahan dana, sekaligus tersangka kasus penculikan sadis pejabat bank di Cempaka Putih.
  4. Dana Rinaldy: konsultan hukum yang melindungi kelompok pelaku serta ikut merancang strategi eksekusi.
  5. Nida Ardiani Thaher: mantan teller bank yang melakukan akses ilegal ke sistem core banking dan memindahkan dana ke rekening penampungan.
  6. Raharjo: berperan sebagai mediator dan penerima aliran dana hasil kejahatan.
  7. Tony Tjoa: fasilitator keuangan ilegal yang mengelola aliran dana ke berbagai pihak.
  8. Dwi Hartono: membantu membuka blokir rekening dan memindahkan dana terblokir, juga terlibat dalam kasus penculikan.
  9. Ipin Suryana: menyiapkan rekening penampungan serta menerima aliran dana hasil pembobolan.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, antara lain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, UU ITE, UU Transfer Dana, serta UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ancaman hukuman maksimal mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp20 miliar. Kasus ini mengungkap betapa rentannya sistem perbankan jika orang dalam terlibat.

Publik mendesak agar pengawasan internal diperketat dan sistem keamanan digital perbankan diperbarui. Selain itu, keberadaan aktor hukum dan mediator dalam sindikat ini menegaskan bahwa kejahatan finansial sering melibatkan jaringan lintas profesi.

Dengan terungkapnya peran sembilan tersangka, diharapkan proses hukum berjalan transparan dan memberikan efek jera, serta meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional