Appraisal Ulang: Tunjangan Perumahan DPRD Jateng Turun dari Rp 47 Juta ke Rp 42 Juta Pimpinan Dewan Tolak Ambil
- DPRD Jateng
Tunjangan perumahan DPRD Jateng resmi turun dari Rp 47 juta jadi Rp 42 juta per bulan. Pimpinan dewan sepakat menolak tunjangan untuk merespons sorotan publik
Viva, Banyumas - Tunjangan perumahan anggota DPRD Jawa Tengah kembali menjadi sorotan publik. Setelah menuai kritik, tunjangan tersebut akhirnya diputuskan turun dari Rp 47 juta menjadi Rp 42 juta per bulan. Keputusan ini diambil melalui appraisal ulang yang dilakukan pemerintah daerah bersama DPRD.
Ketua DPRD Jateng, Sumanto, menjelaskan bahwa penurunan ini berlaku bagi seluruh anggota dewan, sementara pimpinan DPRD sepakat tidak mengambil tunjangan perumahan sama sekali. Menurutnya, langkah tersebut diambil sebagai bentuk respons terhadap sorotan masyarakat yang menilai jumlah tunjangan terlalu besar.
Dikutip dari akun Instagram @surakartakita, Sumanto mengatakan Pimpinan dewan sepakat tak ambil. Tetapi untuk anggota dewan, kesepakatannya sudah diturunkan dari Rp 47 juta, sekarang jadi Rp 42 juta.
Penurunan tunjangan perumahan ini dilakukan setelah adanya appraisal ulang, yaitu penilaian kembali terhadap kebutuhan dan kewajaran anggaran. Meski demikian, jumlah Rp 42 juta per bulan tetap dianggap fantastis oleh sebagian masyarakat, terutama jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan warga Jawa Tengah.
Appraisal ulang menjadi mekanisme yang penting untuk memastikan setiap alokasi dana sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Namun, tetap saja muncul pertanyaan publik terkait transparansi dan keadilan dalam penentuan nominal tunjangan anggota dewan.
Keputusan pimpinan DPRD untuk tidak mengambil tunjangan perumahan dinilai sebagai upaya menjaga kepercayaan publik. Sikap ini dianggap sebagai langkah simbolis bahwa pimpinan dewan peka terhadap kritik masyarakat dan bersedia berkorban demi menjaga citra lembaga legislatif. Meski begitu, keputusan ini belum sepenuhnya meredam kritik.
Publik masih menyoroti besarnya tunjangan yang diterima anggota DPRD, bahkan setelah pemangkasan Rp 5 juta. Ketika ditanya soal total pendapatan bulanan anggota DPRD, Sumanto enggan merinci lebih jauh.
Ia hanya menyebut perlu dilakukan perhitungan kembali. Pernyataan tersebut justru menambah rasa penasaran masyarakat tentang seberapa besar total penghasilan anggota dewan dengan berbagai tunjangan dan fasilitas yang melekat.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Tunjangan yang bersumber dari uang rakyat harus dipertanggungjawabkan secara terbuka agar tidak menimbulkan kecurigaan maupun ketidakpuasan publik
Tunjangan perumahan DPRD Jateng resmi turun dari Rp 47 juta jadi Rp 42 juta per bulan. Pimpinan dewan sepakat menolak tunjangan untuk merespons sorotan publik
Viva, Banyumas - Tunjangan perumahan anggota DPRD Jawa Tengah kembali menjadi sorotan publik. Setelah menuai kritik, tunjangan tersebut akhirnya diputuskan turun dari Rp 47 juta menjadi Rp 42 juta per bulan. Keputusan ini diambil melalui appraisal ulang yang dilakukan pemerintah daerah bersama DPRD.
Ketua DPRD Jateng, Sumanto, menjelaskan bahwa penurunan ini berlaku bagi seluruh anggota dewan, sementara pimpinan DPRD sepakat tidak mengambil tunjangan perumahan sama sekali. Menurutnya, langkah tersebut diambil sebagai bentuk respons terhadap sorotan masyarakat yang menilai jumlah tunjangan terlalu besar.
Dikutip dari akun Instagram @surakartakita, Sumanto mengatakan Pimpinan dewan sepakat tak ambil. Tetapi untuk anggota dewan, kesepakatannya sudah diturunkan dari Rp 47 juta, sekarang jadi Rp 42 juta.
Penurunan tunjangan perumahan ini dilakukan setelah adanya appraisal ulang, yaitu penilaian kembali terhadap kebutuhan dan kewajaran anggaran. Meski demikian, jumlah Rp 42 juta per bulan tetap dianggap fantastis oleh sebagian masyarakat, terutama jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan warga Jawa Tengah.
Appraisal ulang menjadi mekanisme yang penting untuk memastikan setiap alokasi dana sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Namun, tetap saja muncul pertanyaan publik terkait transparansi dan keadilan dalam penentuan nominal tunjangan anggota dewan.
Keputusan pimpinan DPRD untuk tidak mengambil tunjangan perumahan dinilai sebagai upaya menjaga kepercayaan publik. Sikap ini dianggap sebagai langkah simbolis bahwa pimpinan dewan peka terhadap kritik masyarakat dan bersedia berkorban demi menjaga citra lembaga legislatif. Meski begitu, keputusan ini belum sepenuhnya meredam kritik.
Publik masih menyoroti besarnya tunjangan yang diterima anggota DPRD, bahkan setelah pemangkasan Rp 5 juta. Ketika ditanya soal total pendapatan bulanan anggota DPRD, Sumanto enggan merinci lebih jauh.
Ia hanya menyebut perlu dilakukan perhitungan kembali. Pernyataan tersebut justru menambah rasa penasaran masyarakat tentang seberapa besar total penghasilan anggota dewan dengan berbagai tunjangan dan fasilitas yang melekat.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Tunjangan yang bersumber dari uang rakyat harus dipertanggungjawabkan secara terbuka agar tidak menimbulkan kecurigaan maupun ketidakpuasan publik