Dari Rotterdam hingga Tokyo: Pelajaran Dunia untuk Indonesia dalam Menghadapi Banjir

Banjir bisa menjadi masalah serius bila tidak perhatikan dengan baik
Sumber :
  • Pixabay

VIVA, BanyumasBanjir besar yang baru saja melanda Bali kembali membuka mata kita bahwa Indonesia rentan terhadap bencana hidrometeorologi. Namun, banjir bukanlah masalah yang hanya dihadapi Indonesia. Sejumlah kota di dunia pernah berhadapan dengan risiko serupa, bahkan dalam kondisi geografis yang lebih ekstrem. Bedanya, mereka berhasil menyiapkan tata kota dan infrastruktur yang tangguh untuk meminimalkan dampak banjir. Dari pengalaman mereka, Indonesia bisa belajar banyak.

Rotterdam, Belanda: Negeri yang Hidup di Bawah Laut

Belanda adalah contoh klasik bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan air. Melalui Delta Works, Belanda membangun tanggul, kanal, dan pintu air raksasa untuk menahan masuknya laut. Rotterdam bahkan memanfaatkan ruang publik menjadi water square, yang berubah menjadi kolam tampungan saat hujan deras.

Pelajaran untuk Indonesia: kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya bisa mengembangkan ruang publik multifungsi yang sekaligus berfungsi menampung air.

Tokyo, Jepang: Terowongan Raksasa di Perut Bumi

Tokyo mengantisipasi banjir dengan G-Cans Project, terowongan bawah tanah raksasa sepanjang 6,3 km yang menampung limpasan air hujan. Infrastruktur ini menjaga kota tetap kering meski diguyur badai.

Pelajaran untuk Indonesia: pembangunan terowongan atau kanal bawah tanah bisa jadi solusi jangka panjang di pusat kota padat, terutama Jakarta.

Copenhagen, Denmark: Taman dan Jalan sebagai Solusi

Setelah banjir 2011, Copenhagen meluncurkan Cloudburst Management Plan. Jalan, taman, bahkan lapangan didesain agar bisa menjadi saluran air sementara saat hujan ekstrem.

Pelajaran untuk Indonesia: konsep blue-green infrastructure dapat diterapkan di perkotaan Indonesia, di mana ruang hijau bukan hanya estetika, tetapi juga fungsi pengendalian banjir.

Singapore: Waduk dan Barrage di Tengah Kota

Singapura, dengan lahan yang sempit, sukses mengendalikan banjir melalui drainase modern, kanal, serta Marina Barrage—bendungan multifungsi yang menahan banjir, menyuplai air baku, sekaligus jadi ruang wisata.

Pelajaran untuk Indonesia: kota wisata dan perdagangan seperti Medan, Makassar, atau Denpasar bisa meniru model waduk multifungsi untuk pengendalian banjir.

Hamburg, Jerman: Hidup Bersama Sungai

Hamburg menghadapi risiko banjir Sungai Elbe dengan arsitektur tahan banjir. Bangunan di tepi sungai dibuat lebih tinggi, sementara jalan berfungsi ganda sebagai tanggul.

Pelajaran untuk Indonesia: kota-kota tepian sungai seperti Palembang, Banjarmasin, dan Samarinda bisa mengadopsi arsitektur adaptif yang menyesuaikan dengan kondisi banjir musiman.

Arah Baru Penanggulangan Banjir di Indonesia

Melihat pengalaman kota dunia, ada beberapa langkah strategis yang bisa diterapkan di Indonesia:

1. Ruang publik multifungsi: alun-alun, lapangan, atau taman bisa berfungsi ganda sebagai kolam resapan.

2. Kanal bawah tanah dan terowongan air: solusi jangka panjang untuk kota megapolitan.

3. Infrastruktur hijau-biru: pohon, taman, dan saluran air digabungkan untuk daya serap maksimal.

4. Waduk multifungsi: bukan hanya menahan air, tapi juga menjadi sumber air baku dan pariwisata.

5. Arsitektur adaptif: rumah panggung modern, bangunan tepi sungai yang tahan banjir, hingga jalan yang sekaligus menjadi tanggul.

Menatap Masa Depan

Banjir yang menimpa Bali hanyalah satu potret dari kerentanan Indonesia secara keseluruhan. Dengan curah hujan tinggi, urbanisasi pesat, dan dampak perubahan iklim, ancaman banjir akan semakin nyata. Namun, belajar dari Rotterdam, Tokyo, Copenhagen, Singapore, hingga Hamburg, kita tahu bahwa solusi itu ada. Yang dibutuhkan adalah komitmen serius dalam perencanaan tata kota, investasi infrastruktur, dan kesadaran bahwa hidup berdampingan dengan air adalah realitas yang harus diterima.