Jawa Tengah Catat Surplus Beras 1,5 Juta Ton, ke Mana Pergi Hasil Panennya

Surplus beras Jateng capai 1,5 juta ton
Sumber :
  • Pemprov Jateng

Jawa Tengah mencatat surplus beras 1,5 juta ton hingga Oktober 2025. Produktivitas padi meningkat signifikan, namun distribusi dan tata kelola stok menjadi tantangan utama

Viva, Banyumas - Produktivitas padi di Jawa Tengah menunjukkan capaian yang menggembirakan pada periode Januari–Oktober 2025. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng, produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 8.614.010 ton, naik 353.627 ton dibandingkan periode yang sama pada 2024.

Kenaikan ini ditopang luas panen sekitar 1.534.490 hektare yang tersebar di berbagai kabupaten sentra produksi. Dari total gabah tersebut, diproyeksikan produksi beras hingga Oktober 2025 mencapai 4.953.494 ton.

Sementara kebutuhan beras masyarakat Jawa Tengah berada pada kisaran 3.375.832 ton. Artinya, provinsi ini mencatat surplus beras 1.577.734 ton atau rata-rata 150 ribu ton setiap bulan.

Kepala Distanbun Jateng, Defransisco Dasilva Tavares, menyampaikan bahwa capaian tersebut menjadi sinyal positif bagi ketahanan pangan daerah. Namun ia menekankan pentingnya pengawasan distribusi karena sebagian hasil panen justru banyak terserap ke luar provinsi.

“Surplus ini harus dikelola dengan baik agar kebutuhan lokal tetap terjamin,” ujarnya dalam rapat koordinasi pertanian, perkebunan, peternakan, dan ketahanan pangan di Kompleks Tarubudaya, Ungaran, Kamis (18/9/2025).

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, juga menyoroti perlunya tata kelola pasca-panen yang lebih terintegrasi. Menurutnya, produktivitas yang tinggi tidak akan memberi manfaat maksimal jika ada kebocoran stok akibat penjualan bebas tanpa regulasi jelas.

Pemerintah provinsi, kata Luthfi, tengah mendorong optimalisasi sistem cadangan pangan dan memperluas jaringan distribusi agar beras berkualitas tetap tersedia untuk masyarakat Jateng.

Pengamat pertanian menilai keberhasilan meningkatkan produktivitas padi tidak lepas dari penerapan teknologi pertanian presisi, dukungan irigasi yang lebih baik, dan penggunaan varietas unggul tahan hama.

Selain itu, sinergi antara pemerintah daerah, kelompok tani, dan pelaku usaha berperan penting dalam menjaga stabilitas harga gabah sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Ke depan, tantangan terbesar adalah memastikan surplus beras tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi rumah tangga di Jawa Tengah.

Penguatan rantai pasok, pembangunan lumbung pangan desa, serta pemanfaatan teknologi pascapanen seperti pengering dan penggilingan modern perlu menjadi prioritas.

Dengan manajemen yang tepat, surplus 1,5 juta ton ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan pangan, menjaga harga tetap stabil, serta melindungi petani dari kerugian akibat fluktuasi pasar

Jawa Tengah mencatat surplus beras 1,5 juta ton hingga Oktober 2025. Produktivitas padi meningkat signifikan, namun distribusi dan tata kelola stok menjadi tantangan utama

Viva, Banyumas - Produktivitas padi di Jawa Tengah menunjukkan capaian yang menggembirakan pada periode Januari–Oktober 2025. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Jateng, produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 8.614.010 ton, naik 353.627 ton dibandingkan periode yang sama pada 2024.

Kenaikan ini ditopang luas panen sekitar 1.534.490 hektare yang tersebar di berbagai kabupaten sentra produksi. Dari total gabah tersebut, diproyeksikan produksi beras hingga Oktober 2025 mencapai 4.953.494 ton.

Sementara kebutuhan beras masyarakat Jawa Tengah berada pada kisaran 3.375.832 ton. Artinya, provinsi ini mencatat surplus beras 1.577.734 ton atau rata-rata 150 ribu ton setiap bulan.

Kepala Distanbun Jateng, Defransisco Dasilva Tavares, menyampaikan bahwa capaian tersebut menjadi sinyal positif bagi ketahanan pangan daerah. Namun ia menekankan pentingnya pengawasan distribusi karena sebagian hasil panen justru banyak terserap ke luar provinsi.

“Surplus ini harus dikelola dengan baik agar kebutuhan lokal tetap terjamin,” ujarnya dalam rapat koordinasi pertanian, perkebunan, peternakan, dan ketahanan pangan di Kompleks Tarubudaya, Ungaran, Kamis (18/9/2025).

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, juga menyoroti perlunya tata kelola pasca-panen yang lebih terintegrasi. Menurutnya, produktivitas yang tinggi tidak akan memberi manfaat maksimal jika ada kebocoran stok akibat penjualan bebas tanpa regulasi jelas.

Pemerintah provinsi, kata Luthfi, tengah mendorong optimalisasi sistem cadangan pangan dan memperluas jaringan distribusi agar beras berkualitas tetap tersedia untuk masyarakat Jateng.

Pengamat pertanian menilai keberhasilan meningkatkan produktivitas padi tidak lepas dari penerapan teknologi pertanian presisi, dukungan irigasi yang lebih baik, dan penggunaan varietas unggul tahan hama.

Selain itu, sinergi antara pemerintah daerah, kelompok tani, dan pelaku usaha berperan penting dalam menjaga stabilitas harga gabah sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Ke depan, tantangan terbesar adalah memastikan surplus beras tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi rumah tangga di Jawa Tengah.

Penguatan rantai pasok, pembangunan lumbung pangan desa, serta pemanfaatan teknologi pascapanen seperti pengering dan penggilingan modern perlu menjadi prioritas.

Dengan manajemen yang tepat, surplus 1,5 juta ton ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan pangan, menjaga harga tetap stabil, serta melindungi petani dari kerugian akibat fluktuasi pasar