45 Tahun Bertahan! Kisah Mbah Warsi Produksi Emping Melinjo di Magelang Hingga Laris Manis Sampai Yogyakarta

Mbah Warsi tetap tekun produksi emping melinjo
Sumber :
  • Pemkab Magelang

Mbah Warsi Darsono, perajin emping melinjo Magelang, 45 tahun bertahan produksi camilan tradisional ini. Rasanya gurih, laris manis, dan jadi oleh-oleh khas hingga luar daerah

Viva, Banyumas - Di tengah derasnya modernisasi dan hadirnya berbagai camilan instan, usaha rumahan emping melinjo di Dusun Jamus Pasar, Desa Jamus Kauman, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, tetap bertahan hingga kini.

Sosok di balik usaha tradisional ini adalah Mbah Warsi Darsono (75), seorang perajin yang konsisten menekuni produksi emping sejak 45 tahun lalu. Sejak masih muda, Mbah Warsi sudah terbiasa mengolah biji melinjo tua menjadi camilan khas yang gurih dan renyah.

Kini, meski usianya tak lagi muda, semangatnya tetap terjaga demi memenuhi permintaan konsumen. Dalam sehari, ia mampu memproduksi sekitar 19 kilogram emping siap jual, yang dipasarkan tidak hanya di Magelang, tetapi juga hingga Yogyakarta.

Dikutip dari Pemkab Magelang, Emping melinjo yang diproduksi hadir dalam berbagai varian rasa, mulai dari manis pedas, gurih, manis, asin, hingga tawar sebagai rasa original. Harga per kilogram berkisar Rp55.000–Rp60.000, tergantung varian dan bahan baku.

Ragam pilihan rasa inilah yang membuat emping Mbah Warsi digemari masyarakat, baik sebagai cemilan santai maupun oleh-oleh khas daerah. Namun, tantangan tak jarang menghadang, terutama soal ketersediaan bahan baku.

Biji melinjo biasanya diperoleh dari warga sekitar Ngluwar atau didatangkan dari Godean, Sleman. Sayangnya, pasokan tidak selalu lancar. Kadang perajin harus bersaing mendapatkan bahan, atau terkendala musim yang tidak mendukung. Situasi ini membuat produksi bergantung penuh pada ketersediaan bahan baku.

Proses pembuatan emping melinjo juga membutuhkan ketelatenan tinggi. Setelah dikupas, biji melinjo dijemur hingga kering, lalu disangrai. Tahap paling melelahkan adalah memukul satu per satu biji melinjo panas hingga pipih berbentuk bulat tipis.

Setelah itu, emping dijemur kembali sebelum digoreng menjadi camilan renyah. Kesabaran dan ketelitian dalam setiap tahap membuat emping buatan Mbah Warsi memiliki cita rasa khas. Selain digemari masyarakat lokal, emping melinjo juga menjadi buruan wisatawan.

Rasanya yang gurih dengan sedikit pahit menjadikan camilan ini unik dan berbeda dari keripik lain. Tidak heran, banyak pedagang menjadikan produk ini oleh-oleh andalan dari Magelang. Keberhasilan Mbah Warsi bertahan lebih dari empat dekade menjadi bukti bahwa usaha tradisional tetap bisa eksis di tengah arus modernisasi.

Dengan kerja keras, konsistensi, dan menjaga kualitas, usaha emping melinjo ini mampu memberi nilai ekonomi sekaligus melestarikan kuliner khas Nusantara

Mbah Warsi Darsono, perajin emping melinjo Magelang, 45 tahun bertahan produksi camilan tradisional ini. Rasanya gurih, laris manis, dan jadi oleh-oleh khas hingga luar daerah

Viva, Banyumas - Di tengah derasnya modernisasi dan hadirnya berbagai camilan instan, usaha rumahan emping melinjo di Dusun Jamus Pasar, Desa Jamus Kauman, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, tetap bertahan hingga kini.

Sosok di balik usaha tradisional ini adalah Mbah Warsi Darsono (75), seorang perajin yang konsisten menekuni produksi emping sejak 45 tahun lalu. Sejak masih muda, Mbah Warsi sudah terbiasa mengolah biji melinjo tua menjadi camilan khas yang gurih dan renyah.

Kini, meski usianya tak lagi muda, semangatnya tetap terjaga demi memenuhi permintaan konsumen. Dalam sehari, ia mampu memproduksi sekitar 19 kilogram emping siap jual, yang dipasarkan tidak hanya di Magelang, tetapi juga hingga Yogyakarta.

Dikutip dari Pemkab Magelang, Emping melinjo yang diproduksi hadir dalam berbagai varian rasa, mulai dari manis pedas, gurih, manis, asin, hingga tawar sebagai rasa original. Harga per kilogram berkisar Rp55.000–Rp60.000, tergantung varian dan bahan baku.

Ragam pilihan rasa inilah yang membuat emping Mbah Warsi digemari masyarakat, baik sebagai cemilan santai maupun oleh-oleh khas daerah. Namun, tantangan tak jarang menghadang, terutama soal ketersediaan bahan baku.

Biji melinjo biasanya diperoleh dari warga sekitar Ngluwar atau didatangkan dari Godean, Sleman. Sayangnya, pasokan tidak selalu lancar. Kadang perajin harus bersaing mendapatkan bahan, atau terkendala musim yang tidak mendukung. Situasi ini membuat produksi bergantung penuh pada ketersediaan bahan baku.

Proses pembuatan emping melinjo juga membutuhkan ketelatenan tinggi. Setelah dikupas, biji melinjo dijemur hingga kering, lalu disangrai. Tahap paling melelahkan adalah memukul satu per satu biji melinjo panas hingga pipih berbentuk bulat tipis.

Setelah itu, emping dijemur kembali sebelum digoreng menjadi camilan renyah. Kesabaran dan ketelitian dalam setiap tahap membuat emping buatan Mbah Warsi memiliki cita rasa khas. Selain digemari masyarakat lokal, emping melinjo juga menjadi buruan wisatawan.

Rasanya yang gurih dengan sedikit pahit menjadikan camilan ini unik dan berbeda dari keripik lain. Tidak heran, banyak pedagang menjadikan produk ini oleh-oleh andalan dari Magelang. Keberhasilan Mbah Warsi bertahan lebih dari empat dekade menjadi bukti bahwa usaha tradisional tetap bisa eksis di tengah arus modernisasi.

Dengan kerja keras, konsistensi, dan menjaga kualitas, usaha emping melinjo ini mampu memberi nilai ekonomi sekaligus melestarikan kuliner khas Nusantara