Misteri 11 Tahun Buronan Kasus Pembunuhan: La Ode Litao Lolos SKCK hingga Dilantik DPRD Wakatobi
- Tiktok @kakcekarie
Kasus La Ode Litao, buronan 11 tahun kasus pembunuhan, mengejutkan publik. Ia bisa urus SKCK, maju caleg, hingga dilantik DPRD Wakatobi
Viva, Banyumas - Publik kembali dikejutkan dengan kisah La Ode Litao, seorang buronan kasus pembunuhan yang berhasil lolos dari jerat hukum selama lebih dari satu dekade. Ironisnya, pria yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 2014 ini justru mampu mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dan dilantik sebagai anggota DPRD Wakatobi pada Oktober 2024.
Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar tentang rapuhnya sistem hukum di Indonesia. Dikutip dari akun Tiktok @achmad_sudarmono80, Kisah bermula dari kasus tragis pada 25 Oktober 2014, ketika Wiranto (17) menjadi korban pengeroyokan hingga tewas.
Dalam perkara itu, tiga nama mencuat sebagai pelaku: Rahmat La Dongi, La Ode Herman, dan La Ode Litao. Rahmat serta Herman sudah diproses hukum dan mendapat vonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Baubau.
Namun, Litao memilih melarikan diri hingga ditetapkan sebagai DPO. Selama 11 tahun, keberadaan Litao tidak terlacak aparat. Hingga pada 2024, publik dikejutkan dengan kemunculannya dalam kontestasi politik.
Dengan nama lengkap La Ode Litao alias Litao alias La Lita, ia mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPRD Wakatobi melalui Partai Hanura.
Hebatnya, ia berhasil mengurus semua dokumen resmi, termasuk SKCK, yang semestinya mustahil diperoleh oleh seorang buronan. Setelah melalui proses verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Litao dinyatakan lolos dan bahkan terpilih sebagai legislator.
Pada 1 Oktober 2024, ia resmi dilantik menjadi anggota DPRD Wakatobi. Peristiwa ini sontak menimbulkan kegaduhan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Warganet ramai mempertanyakan bagaimana mungkin seorang DPO bisa melenggang mulus menjadi pejabat publik.
Keluarga korban, yang sejak lama menanti keadilan, merasa kecewa dan menilai aparat penegak hukum lalai menjalankan tugas. Desakan agar kasus ini dituntaskan semakin kuat setelah fakta tersebut mencuat ke publik.
Polda Sulawesi Tenggara pun memastikan bahwa Litao kini berstatus tersangka dan tetap akan diproses hukum.
Berdasarkan surat penetapan resmi, ia terancam dijerat dengan pasal berat terkait pembunuhan terhadap anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp3 miliar. Kasus La Ode Litao menjadi cermin nyata bahwa sistem hukum dan administrasi publik di Indonesia masih memiliki celah besar.
Ketika buronan bisa mengurus dokumen resmi hingga duduk di kursi legislatif, kepercayaan masyarakat terhadap keadilan hukum jelas dipertaruhkan
Kasus La Ode Litao, buronan 11 tahun kasus pembunuhan, mengejutkan publik. Ia bisa urus SKCK, maju caleg, hingga dilantik DPRD Wakatobi
Viva, Banyumas - Publik kembali dikejutkan dengan kisah La Ode Litao, seorang buronan kasus pembunuhan yang berhasil lolos dari jerat hukum selama lebih dari satu dekade. Ironisnya, pria yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 2014 ini justru mampu mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dan dilantik sebagai anggota DPRD Wakatobi pada Oktober 2024.
Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar tentang rapuhnya sistem hukum di Indonesia. Dikutip dari akun Tiktok @achmad_sudarmono80, Kisah bermula dari kasus tragis pada 25 Oktober 2014, ketika Wiranto (17) menjadi korban pengeroyokan hingga tewas.
Dalam perkara itu, tiga nama mencuat sebagai pelaku: Rahmat La Dongi, La Ode Herman, dan La Ode Litao. Rahmat serta Herman sudah diproses hukum dan mendapat vonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Baubau.
Namun, Litao memilih melarikan diri hingga ditetapkan sebagai DPO. Selama 11 tahun, keberadaan Litao tidak terlacak aparat. Hingga pada 2024, publik dikejutkan dengan kemunculannya dalam kontestasi politik.
Dengan nama lengkap La Ode Litao alias Litao alias La Lita, ia mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPRD Wakatobi melalui Partai Hanura.
Hebatnya, ia berhasil mengurus semua dokumen resmi, termasuk SKCK, yang semestinya mustahil diperoleh oleh seorang buronan. Setelah melalui proses verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Litao dinyatakan lolos dan bahkan terpilih sebagai legislator.
Pada 1 Oktober 2024, ia resmi dilantik menjadi anggota DPRD Wakatobi. Peristiwa ini sontak menimbulkan kegaduhan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Warganet ramai mempertanyakan bagaimana mungkin seorang DPO bisa melenggang mulus menjadi pejabat publik.
Keluarga korban, yang sejak lama menanti keadilan, merasa kecewa dan menilai aparat penegak hukum lalai menjalankan tugas. Desakan agar kasus ini dituntaskan semakin kuat setelah fakta tersebut mencuat ke publik.
Polda Sulawesi Tenggara pun memastikan bahwa Litao kini berstatus tersangka dan tetap akan diproses hukum.
Berdasarkan surat penetapan resmi, ia terancam dijerat dengan pasal berat terkait pembunuhan terhadap anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp3 miliar. Kasus La Ode Litao menjadi cermin nyata bahwa sistem hukum dan administrasi publik di Indonesia masih memiliki celah besar.
Ketika buronan bisa mengurus dokumen resmi hingga duduk di kursi legislatif, kepercayaan masyarakat terhadap keadilan hukum jelas dipertaruhkan