Pakar Hukum UI: Jokowi Bisa Dimintai Pertanggungjawaban Jika Terbukti Terlibat Kasus Nadiem Makarim

Nadiem Makarim pakai baju tahanan Kejagung
Sumber :
  • Dok. Kejaksaan Agung

Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook yang menjerat Nadiem Makarim semakin meluas. Pakar hukum pidana UI menyebut mantan Presiden Jokowi bisa ikut dimintai pertanggungjawaban hukum jika terbukti terlibat aktif.

VIVA, Banyumas – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim terus menyita perhatian publik.

Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, diskusi mengenai potensi pihak lain yang turut bertanggung jawab pun semakin menguat.

Salah satu sorotan datang dari kalangan akademisi. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Febby Mutiara Nelson, menegaskan bahwa prinsip hukum pidana berlaku kepada siapa saja tanpa terkecuali, termasuk mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, jika terbukti memiliki keterlibatan langsung.

“Kalau nanti dalam proses hukum terbukti bahwa presiden secara aktif terlibat atau memberikan perintah yang melanggar hukum dalam program Chromebook ini, maka tentu pertanggungjawaban pidana tidak bisa dikecualikan,” ujar Febby, Jumat 5 September 2025, dikutip tvOne.

Ia menambahkan, dalam asas hukum pidana, tidak ada jabatan yang kebal terhadap konsekuensi hukum bila terbukti melakukan pelanggaran.

“Dalam prinsip hukum pidana, setiap orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum bisa dimintai pertanggungjawaban, tidak peduli jabatannya, kecuali ada alasan pembenar atau alasan pemaaf,” jelas Febby.

Meski tanggung jawab utama biasanya berada di level kementerian, Febby menegaskan peluang konsekuensi hukum terhadap Jokowi tetap terbuka jika penyidikan menemukan bukti keterlibatan langsung.

Kejaksaan Agung sebelumnya mengumumkan penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek.

"Menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, pada Kamis 4 September 2025.

Selain Nadiem, ada empat tersangka lain dalam kasus ini, yakni:

  • Jurist Tan, mantan staf khusus Mendikbudristek
  • Ibrahim Arief alias IBAM, eks konsultan teknologi Kemendikbudristek
  • Sri Wahyuningsih, mantan Direktur SD Kemendikbudristek
  • Mulyatsyah, mantan Direktur SMP sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

 

Dari hasil penyidikan, negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp1,9 triliun akibat proyek pengadaan digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.

 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengungkapkan pihaknya masih menelusuri aliran keuntungan yang diduga diterima Nadiem.

“Semua itu masih kami dalami,” kata Nurcahyo.

Sebagai eks bos Gojek sekaligus inisiator digitalisasi pendidikan di era pemerintahannya, Nadiem diduga memiliki peran sentral dalam pengadaan laptop Chromebook.

Kejaksaan menyebut Nadiem diduga memerintahkan pemilihan ChromeOS untuk mendukung program tersebut, yang kemudian berujung pada dugaan praktik korupsi.

Penetapan Nadiem sebagai tersangka semakin memperkuat pandangan publik bahwa proyek digitalisasi pendidikan tidak lepas dari intervensi pejabat tinggi kementerian.

Hal inilah yang kemudian memunculkan diskusi akademis mengenai kemungkinan perluasan pertanggungjawaban hukum hingga ke lingkaran istana.

Dalam konteks hukum pidana, prinsip pertanggungjawaban melekat pada setiap individu yang terbukti secara aktif terlibat.

Menurut Febby, meski seorang presiden memiliki kedudukan khusus, hukum tetap dapat menjerat jika bukti keterlibatan langsung ditemukan.