Setya Novanto Bebas Bersyarat, Mantan Ketua DPR RI Kembali ke Publik
- Tiktok @ahm_id_
Viva, Banyumas - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang sempat menjadi sorotan publik akibat kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, resmi bebas bersyarat pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Pembebasan ini terjadi setelah Mahkamah Agung memotong vonis penjara dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan, sehingga Setnov memenuhi syarat pembebasan bersyarat.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, memastikan bahwa Setya Novanto sudah meninggalkan Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, dan kini menjalani tahap wajib lapor di Badan Pemasyarakatan (Bapas).
Wajib lapor ini menjadi bagian dari prosedur pembebasan bersyarat yang harus dipatuhi oleh setiap terpidana.
Dikutip dari tvonenews, Kasus korupsi KTP elektronik membuat Setya Novanto divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 April 2018. Awalnya vonis dijatuhkan selama 15 tahun penjara, namun setelah pengajuan peninjauan kembali (PK), Mahkamah Agung mengurangi masa hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan.
Pemotongan vonis ini menjadi dasar bagi Setnov memenuhi ketentuan hukum untuk pembebasan bersyarat, yaitu menjalani dua pertiga masa tahanan.
Pembebasan Setya Novanto bersyarat menjadi sorotan publik karena statusnya sebagai mantan Ketua DPR RI dan pengaruhnya dalam politik nasional. Meskipun bebas, Setnov tetap memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan diri secara rutin ke Bapas, sebagai bentuk pengawasan agar terpidana tetap mematuhi ketentuan pembebasan bersyarat.
Langkah hukum pembebasan bersyarat ini menunjukkan mekanisme hukum Indonesia berjalan sesuai prosedur. Setiap terpidana yang memenuhi syarat, termasuk berkelakuan baik selama masa tahanan, memiliki hak untuk mengajukan pembebasan bersyarat.
Dalam kasus Setya Novanto, pengurangan vonis melalui PK menjadi faktor penting yang memungkinkan pembebasan lebih awal. Kehadiran Setnov kembali ke masyarakat juga memicu diskusi publik mengenai pembinaan dan pengawasan terpidana setelah bebas.
Wajib lapor dan pemantauan Bapas diharapkan dapat memastikan bahwa mantan terpidana tetap mematuhi hukum, sekaligus mengurangi risiko penyimpangan setelah kembali ke lingkungan sosial.
Kasus Setya Novanto menjadi catatan penting mengenai penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait pejabat publik dan tindak pidana korupsi.
Pembebasan bersyaratnya tidak menghapus fakta hukum yang telah dijatuhkan, namun memberikan kesempatan bagi terpidana untuk menjalani kehidupan baru dengan pengawasan yang ketat.
Dengan bebas bersyarat ini, publik kini menunggu langkah berikutnya dari Setya Novanto dan bagaimana ia menyesuaikan diri di tengah masyarakat setelah masa tahanan di Lapas Sukamiskin
Viva, Banyumas - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang sempat menjadi sorotan publik akibat kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, resmi bebas bersyarat pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Pembebasan ini terjadi setelah Mahkamah Agung memotong vonis penjara dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan, sehingga Setnov memenuhi syarat pembebasan bersyarat.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, memastikan bahwa Setya Novanto sudah meninggalkan Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, dan kini menjalani tahap wajib lapor di Badan Pemasyarakatan (Bapas).
Wajib lapor ini menjadi bagian dari prosedur pembebasan bersyarat yang harus dipatuhi oleh setiap terpidana.
Dikutip dari tvonenews, Kasus korupsi KTP elektronik membuat Setya Novanto divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 April 2018. Awalnya vonis dijatuhkan selama 15 tahun penjara, namun setelah pengajuan peninjauan kembali (PK), Mahkamah Agung mengurangi masa hukumannya menjadi 12 tahun 6 bulan.
Pemotongan vonis ini menjadi dasar bagi Setnov memenuhi ketentuan hukum untuk pembebasan bersyarat, yaitu menjalani dua pertiga masa tahanan.
Pembebasan Setya Novanto bersyarat menjadi sorotan publik karena statusnya sebagai mantan Ketua DPR RI dan pengaruhnya dalam politik nasional. Meskipun bebas, Setnov tetap memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan diri secara rutin ke Bapas, sebagai bentuk pengawasan agar terpidana tetap mematuhi ketentuan pembebasan bersyarat.
Langkah hukum pembebasan bersyarat ini menunjukkan mekanisme hukum Indonesia berjalan sesuai prosedur. Setiap terpidana yang memenuhi syarat, termasuk berkelakuan baik selama masa tahanan, memiliki hak untuk mengajukan pembebasan bersyarat.
Dalam kasus Setya Novanto, pengurangan vonis melalui PK menjadi faktor penting yang memungkinkan pembebasan lebih awal. Kehadiran Setnov kembali ke masyarakat juga memicu diskusi publik mengenai pembinaan dan pengawasan terpidana setelah bebas.
Wajib lapor dan pemantauan Bapas diharapkan dapat memastikan bahwa mantan terpidana tetap mematuhi hukum, sekaligus mengurangi risiko penyimpangan setelah kembali ke lingkungan sosial.
Kasus Setya Novanto menjadi catatan penting mengenai penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait pejabat publik dan tindak pidana korupsi.
Pembebasan bersyaratnya tidak menghapus fakta hukum yang telah dijatuhkan, namun memberikan kesempatan bagi terpidana untuk menjalani kehidupan baru dengan pengawasan yang ketat.
Dengan bebas bersyarat ini, publik kini menunggu langkah berikutnya dari Setya Novanto dan bagaimana ia menyesuaikan diri di tengah masyarakat setelah masa tahanan di Lapas Sukamiskin