Israel Desak AS Rayu Indonesia Tampung Warga Gaza dengan Iming Iming Insentif
- pexel @afitab
Viva, Banyumas - Kabar mengejutkan datang dari laporan media internasional Axios yang menyebut bahwa Kepala Mossad Israel, David Barnea, melakukan kunjungan rahasia ke Washington. Dalam pertemuan tersebut, Barnea meminta pemerintah Amerika Serikat untuk merayu Indonesia agar bersedia menampung warga Gaza yang akan direlokasi.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari rencana pemindahan massal warga Palestina keluar dari Jalur Gaza. Dalam pembicaraannya dengan utusan khusus Presiden AS, Steve Witkoff, Barnea menyarankan agar Amerika memberikan insentif ekonomi dan politik kepada negara-negara yang bersedia menerima pengungsi Palestina.
Indonesia, Ethiopia, dan Libya disebut sebagai target utama. Yang paling mencengangkan, Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, ikut disebut dalam komunikasi awal tersebut.
Rencana relokasi ini sebenarnya bukan hal baru. Pada Februari lalu, ide serupa pernah dilontarkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, namun langsung mendapat penolakan keras dari negara-negara Arab dan komunitas internasional.
Kali ini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali menghidupkan gagasan tersebut dan bahkan mengklaim telah menjalin komunikasi dengan beberapa negara.
Namun, wacana agar Indonesia menerima warga Gaza menuai kecaman di dalam negeri. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan dukungan publik terbesar terhadap perjuangan Palestina.
Banyak pihak menilai, jika Indonesia menyetujui usulan Israel, maka hal itu akan bertentangan dengan sikap politik luar negeri yang selama ini konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Tak hanya itu, para pakar hukum internasional juga mengingatkan bahwa relokasi paksa warga sipil dalam kondisi konflik dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.
Bahkan, beberapa kritikus menyebut rencana ini menyerupai bentuk "pembersihan etnis terselubung". Sampai saat ini, belum ada konfirmasi resmi dari pemerintah Indonesia terkait keterlibatannya dalam wacana tersebut.
Namun, publik Tanah Air sudah mulai menyuarakan penolakan atas ide ini melalui berbagai platform, baik media sosial maupun petisi online.
Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat sendiri dikabarkan belum mengambil keputusan terkait usulan Mossad tersebut. Banyak pihak mendesak agar AS tidak terlibat dalam rencana yang bisa memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza.
Rencana relokasi warga Gaza bukan sekadar isu diplomatik biasa, tetapi menyangkut hak hidup, keadilan, dan martabat manusia. Indonesia pun kini berada dalam sorotan, akankah tetap konsisten mendukung Palestina atau terjebak dalam diplomasi insentif Israel?
Viva, Banyumas - Kabar mengejutkan datang dari laporan media internasional Axios yang menyebut bahwa Kepala Mossad Israel, David Barnea, melakukan kunjungan rahasia ke Washington. Dalam pertemuan tersebut, Barnea meminta pemerintah Amerika Serikat untuk merayu Indonesia agar bersedia menampung warga Gaza yang akan direlokasi.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari rencana pemindahan massal warga Palestina keluar dari Jalur Gaza. Dalam pembicaraannya dengan utusan khusus Presiden AS, Steve Witkoff, Barnea menyarankan agar Amerika memberikan insentif ekonomi dan politik kepada negara-negara yang bersedia menerima pengungsi Palestina.
Indonesia, Ethiopia, dan Libya disebut sebagai target utama. Yang paling mencengangkan, Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, ikut disebut dalam komunikasi awal tersebut.
Rencana relokasi ini sebenarnya bukan hal baru. Pada Februari lalu, ide serupa pernah dilontarkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, namun langsung mendapat penolakan keras dari negara-negara Arab dan komunitas internasional.
Kali ini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali menghidupkan gagasan tersebut dan bahkan mengklaim telah menjalin komunikasi dengan beberapa negara.
Namun, wacana agar Indonesia menerima warga Gaza menuai kecaman di dalam negeri. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan dukungan publik terbesar terhadap perjuangan Palestina.
Banyak pihak menilai, jika Indonesia menyetujui usulan Israel, maka hal itu akan bertentangan dengan sikap politik luar negeri yang selama ini konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Tak hanya itu, para pakar hukum internasional juga mengingatkan bahwa relokasi paksa warga sipil dalam kondisi konflik dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.
Bahkan, beberapa kritikus menyebut rencana ini menyerupai bentuk "pembersihan etnis terselubung". Sampai saat ini, belum ada konfirmasi resmi dari pemerintah Indonesia terkait keterlibatannya dalam wacana tersebut.
Namun, publik Tanah Air sudah mulai menyuarakan penolakan atas ide ini melalui berbagai platform, baik media sosial maupun petisi online.
Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat sendiri dikabarkan belum mengambil keputusan terkait usulan Mossad tersebut. Banyak pihak mendesak agar AS tidak terlibat dalam rencana yang bisa memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza.
Rencana relokasi warga Gaza bukan sekadar isu diplomatik biasa, tetapi menyangkut hak hidup, keadilan, dan martabat manusia. Indonesia pun kini berada dalam sorotan, akankah tetap konsisten mendukung Palestina atau terjebak dalam diplomasi insentif Israel?