Amplop Kondangan Kena Pajak, DPR Soroti Kebijakan yang Bikin Rakyat Keringat Dingin!
- Instagram @mufti.anam
Viva, Banyumas - Wacana pemerintah untuk mengenakan pajak atas uang "amplop kondangan" dalam acara pernikahan menuai sorotan tajam dari anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam. Ia menyebut kebijakan pajak belakangan ini semakin tidak masuk akal dan membebani masyarakat kecil secara langsung.
Dalam rapat kerja dengan pemerintah, Mufti Anam mengkritisi langkah Kementerian Keuangan yang dinilainya semakin agresif dalam mencari pemasukan negara, menyasar sektor-sektor kecil dan personal masyarakat.
"Kami dengar bahkan amplop kondangan dan hajatan akan dikenai pajak. Ini tragis dan bikin rakyat keringat dingin," tegas Mufti yang dikutip dari akun Youtube DPR RI.
Ia juga menyinggung kondisi di mana rakyat yang mencari penghasilan dari dunia digital seperti berjualan online di platform Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop mulai dikenai pajak.
Bahkan para influencer serta pekerja digital lainnya kini tak luput dari kewajiban pajak.
"Rakyat yang jualan online di Shopee, TikTok, dan Tokopedia dipajaki. Influencer, pekerja digital, semuanya dipajaki. Sekarang amplop nikahan pun mau disikat negara. Ini menyakitkan," ucap Mufti dengan nada prihatin.
Menurutnya, kondisi ini tidak lepas dari keputusan pemerintah untuk mengalihkan dividen dari sejumlah BUMN ke entitas baru, Danantara.
Hal ini berdampak pada berkurangnya penerimaan negara, sehingga Kementerian Keuangan terpaksa mencari celah lain untuk menutup defisit anggaran.
"Negara kehilangan pemasukan dari dividen, dan kini rakyat yang jadi korban. UMKM bingung, anak-anak muda yang baru memulai bisnis online mulai menghitung ulang keberlanjutannya," tambahnya.
Mufti mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya fokus pada kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi, bukan sebaliknya.
Terlalu banyak kebijakan pajak yang menyasar rakyat kecil akan membuat ekonomi semakin lesu dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Rakyat, lanjutnya, saat ini hanya ingin hidup layak dan menjalankan usaha dengan tenang. Namun dengan wacana pajak untuk amplop kondangan dan aktivitas personal lainnya, kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal kian menipis.
"Kebijakan harus adil dan masuk akal. Jangan sampai negara terlihat serakah hingga rela mengorek kantong rakyat di acara bahagia seperti pernikahan," tutup Mufti
Viva, Banyumas - Wacana pemerintah untuk mengenakan pajak atas uang "amplop kondangan" dalam acara pernikahan menuai sorotan tajam dari anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam. Ia menyebut kebijakan pajak belakangan ini semakin tidak masuk akal dan membebani masyarakat kecil secara langsung.
Dalam rapat kerja dengan pemerintah, Mufti Anam mengkritisi langkah Kementerian Keuangan yang dinilainya semakin agresif dalam mencari pemasukan negara, menyasar sektor-sektor kecil dan personal masyarakat.
"Kami dengar bahkan amplop kondangan dan hajatan akan dikenai pajak. Ini tragis dan bikin rakyat keringat dingin," tegas Mufti yang dikutip dari akun Youtube DPR RI.
Ia juga menyinggung kondisi di mana rakyat yang mencari penghasilan dari dunia digital seperti berjualan online di platform Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop mulai dikenai pajak.
Bahkan para influencer serta pekerja digital lainnya kini tak luput dari kewajiban pajak.
"Rakyat yang jualan online di Shopee, TikTok, dan Tokopedia dipajaki. Influencer, pekerja digital, semuanya dipajaki. Sekarang amplop nikahan pun mau disikat negara. Ini menyakitkan," ucap Mufti dengan nada prihatin.
Menurutnya, kondisi ini tidak lepas dari keputusan pemerintah untuk mengalihkan dividen dari sejumlah BUMN ke entitas baru, Danantara.
Hal ini berdampak pada berkurangnya penerimaan negara, sehingga Kementerian Keuangan terpaksa mencari celah lain untuk menutup defisit anggaran.
"Negara kehilangan pemasukan dari dividen, dan kini rakyat yang jadi korban. UMKM bingung, anak-anak muda yang baru memulai bisnis online mulai menghitung ulang keberlanjutannya," tambahnya.
Mufti mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya fokus pada kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi, bukan sebaliknya.
Terlalu banyak kebijakan pajak yang menyasar rakyat kecil akan membuat ekonomi semakin lesu dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Rakyat, lanjutnya, saat ini hanya ingin hidup layak dan menjalankan usaha dengan tenang. Namun dengan wacana pajak untuk amplop kondangan dan aktivitas personal lainnya, kepercayaan publik terhadap kebijakan fiskal kian menipis.
"Kebijakan harus adil dan masuk akal. Jangan sampai negara terlihat serakah hingga rela mengorek kantong rakyat di acara bahagia seperti pernikahan," tutup Mufti